Semua Bukti Ilmu Ali ra. Palsu!!

| |


Tentang kedalaman ilmu dan pengetahuan Imam Ali as. yang telah terbukti berdasarkan Alqur’an dan Sunah suci Nabi saw., Ibnu Taimiyah membohongkannya… Seakan Imam Ali as. tidak pernah belajar apapun dari Nabi saw. dan seakan tidak ada seorang-pun yang sudi menimba ilmu-ilmu Islam dari Ali as.

Pasti Anda menganggap saya mengada-ngada dan memftinah Ibnu Taymiah.

Jadi baca dan perhatikan langsung pernyataannya di bawah ini.

Ibnu Taymiah berkata:

لاَ نُسَلِّمُ أَنَّ عَلِيًّا كانَ أَحْفَظَ ِللْكِتابِ و السُّنَّةِ وَ أَعْلَمَ بِهِمَا مِنْ أَبِيْ بَكْرٍ و عُمَرَ ، بَلْ هُما أَعْلَمُ بالْكِتابِ و السُّنَّةِ مِنْهُ.

“Kami tidak menerima bahwa Ali lebih paling hafalnya dan paling alim/pandainya orang tentang Al Kitab dan as Sunnah disbanding Abu Bakar dan Umar. Bahkan mereka berdua lebih pandai darinya tentang Al Kibat (alQuran) dan Sunnah.”[1]

Semua bukti tentang kedalaman ilmu Imam Ali as. ia tolak, tidak terkecuali ayat dan hadis Nabi saw. yang mengungkap ilmu Imam Ali as. ia bohongkan hanya dengan satu kalimat yang biasa ia andalkan dalam membangun kepalsuan dan kebohongannya, ‘Ia adalah hadis palsu berdasar ijmâ’ para ulama!!’

§ Semua Bukti Qur’ani dan Sunnah Tentang Ilmu Imam Ali as. adalah Bohong !

Ayat Udzunun Wâiyah yang berbunyi: “Agar Kami jadikan Peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.”(QS. 69 [ al Hâqqah];12)

Ketika ayat tersebut di atas turun, Nabi saw. bersabda kepada Ali as.:

سَأَلْتُ اللهَ أَنْ يَجْعَلَهَا أُذُنَكَ

Aku memohon kepada Allah agar Dia menjadikan telingmu sebagai telinga itu.

Lalu Ali berkata:

فَمَا سَمِعْتُ شَيْئًا مِنْ رَسُوْلَ اللهَ صلى اللهُ عليهِ و آلِهِ فَنَسِْتُهُ.

Maka aku tidak pernah lupa sesuatu apapun yang aku dengar dari Rasulullah saw.[2]

Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Abu Buraidah al Aslami bertutur, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda kepada Ali

إِنَّ اللهَ أمَرَنِيْ أَنْ أُعَلِّمَكَ وَ أَنْ أُدْنِيَكَ وَ لاَ أَجْفُوَكَ ولا أُقْصِيَكَ

Sesungguhnya Allah memerintahku untuk mengajarimu dan mendekatkanmu, dan agar tidak bersikap kasar kepadamu serta menjauhkanmu.

Lalu turunlah ayat: Agar Kami jadikan Peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.(QS. 69 [ al Hâqqah];12)

Dalam riwayat lain terdapat tambahan:

وَ حَقٌّ علَى اللهِ أَنْ تَعِيْ

Dan berhak atas Allah (untuk menjadikan)mu mengerti.Dalam redaksi lain disebutkan:

وَ حَقٌّ لَكَ أَنْ تَعِيْ

Dan pantaslah engkau mengerti.Riwayat di atas dapat Anda jumpai dalam:

1. Tafsir ath Thabari,29/56.2. Tafsir Fathu al Qadîr,5/282,3. Tafsir Ad Durr al Mantsûr,8/267 dan Lubâb4. Asbâb an Nuzûl; Al Wahidi:249.5. Manâqib Ali; Ibnu al Maghâzili asy Syâfi’i:319 hadis 364.

Selain apa yang saya sebutkan di atas masih banyak riwayat lain yang menerangkan sabda Nabi saw. kepada Ali ketika ayat ini turun.

Kemudian datanglah Sang “Syeikhul Islam” dari lorong-lorong kampong Harrân dan dengan tanpa rasa tanggung jawab mengatakan:

إِنَّهُ حَدِيْثٌ مَوْضُوعٌ بِإتِّفاقِ أهْلِ العِلْمِ.

“Hadis ini palsu berdasarkan kesepakatan ahli ilmi (ulama).”[3]

Ya Subhânallah! Alangkah beraninya ia dalam menvonis hadis sahih dengan satu goresan pena. Sepertinya pena itu tidak memiliki nilai mulia dan akan menuntut tanggungn jawab penggunanya?!

Hadis di atas telah diriwayatkan para tokoh tafsir dan hadis kenamaan Ahlusunnah seperti Ibnu Jarir ath Thabari dalam tafsirnya, Abu bakar al bazzâr dalam Musnadnya, Sa’id ibn Manshûr dalam Sunannya, Ibnu Abu Hatim dalam tafsirnya, Ibnu al Mundzir, Ibnu Murdawaih, Fakhruddin ar Razi, az Zamakhsyari, al Wahidi, as Suyuthi dalam Ad Durr al Manstûrnya, Dhiyâ’ al Maqdisi dalam al Mukhtârahnya, Ibnu ‘Asakir dan al Haitsami dalam Majma’ az Zawâidnya.Jadi, mereka telah sepakat meriwayatkan hadis palsu, maudhû’ tersebut.

Duhai besar rasa amanat dan tanggung jawab mereka sehingga mereka tidak mau ketinggalan bersepakat meriwayatkan hadis palsu!!

Atau justru Ibnu Taimiah yang berbohong dan mengatasnamakan mereka, seperti kebiasaannya!!

§ Hadis Ana madinatul Ilmi Wa Aliyyun bâbuha Palsu!

Sebagaimana hadis Ana madinatul Ilmi Wa Aliyyun bâbuha juiga tidak selamat dari vonis keji Ibnu Taimiah, ia mengatakan:

وَ حديثُ أَنا مديْنَةُ العلْمِ و علِيٌّ بابُها أَضْعَفُ وَ أَوْهَى، و لِهذا إِنَّما يُعَدُّ مِنَ الْمَوضُوعاتِ وإِنْ رَواه التُرْمُذيْ، و ذكرهُ ابْنُ الْجَوْزِيْ و بَيَّنَ أَنَّ سائِرَ طُرُقِهِ مَوضوعَةٌ. و الكَذِبُ يُعْرَفُ مِنْ نَفْسَ مَتْنِهِ …

ْDan hadis Ana madinatul Ilmi Wa Aliyyun bâbuha adalah lebih lemah dan lebih rapuh (dari hadis Paling alimnya orang tentang qadhâ’ [keputusan hukum] adalah Ali).

Oleh karenanya ia digolongkan hadis-hadis palsu, maudhû’at walaupun ia diriwayatkan oleh at Turmudzi. Ibnu al Jauzi menyebutkannya dan menjelaskan bahwa seluruh jalur-jalurnya palsu. Bahkan kepalsuan tanpak dari matannya… .”

Demikianlah Ibnu Tiamiah, dengan hanya satu coretan pena menvonis palsu sebuah hadis sahih, bahkan ia tergolong paling sahihnya hadis dari sisi sanadnya dan paling kokohnya dari sisi kandungan. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila Ibnu Taimiah membohongkannya dan menggolongkannya sebagai produk kaum zindiq!!

Oleh sebab itu saya merasa perlu mengajak pembaca melihat dari dekat sikap para ulama hadis Sunni tentang hadis tersebut.

Pertama yang perlu dikethui ialah bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh banyak sahabat Nabi saw., di bawah ini akan saya sebutkan nama-mana mereka berikut para perawi hadis mereka:

1. Immam Ali ibn Abi Thalib as.Hadis riwayat beliau as. telah diriwayatkan oleh banyak ulama’ Ahlusunnah, di antaranya: A) Suwaid ibn Said Al Hadatsani.B) Imam Ahmad ibn Hambal.C) Abbad ibn YA’qub Ar Rawajani.D) Imam At Turmudzi.E) Abu Bakr Al Baghundi.F) Muhammad ibn Al Mudzaffar Al Wasithi.G) Ibnu Syaadzaan Al Harbi.H) Al Hakim Abu Abdillah AnNisaburi.I) Ibnu Murdawaih .J) Abu Nu’aim Al Ishbahani.K) Abu Ghalib Muhammad ibn Ahmad ibn Sahl (Ibnu Busyrân).L) Ibnu Maghzili Al Wasiithi.M) Ahmad ibn Muhammad Al Ashimi.N) Ibnu Al Atsir.O) Ibnu Najjar Al Baghdadi.P) Sibth Ibn Jawzi.Q) Muhammad ibn Yusuf Al Kinji.R) Muhibbuddin Ath Thabari Asy Syafi’i.S) Syihabbudin Ahmad.T) Jalaluddin As Suyuthi.U) Nuruddin As Samhudi.V) Ibnh Hajar Al Makki Asy Syafi’i.W) Ali Al Muttaqi Al Hindi.X) Ibrahim Al Washshabi Al Yamani.Y) Syeikh ibn Abdullah Al Idrus Al Yamani.Z) Ahmad Al Makki Asy Syafi’i.

2.Imam Hasan ibn Ali as.Hadis dari beliau as. telah diriwayatkan oleh Al Qanduzi Al Hanafi.

3.Imam Husain ibn Ali as.Hadis dari beliau as. telah diriwayatkan oleh:A) Ibnu Mardawaih Al Isbahani.B) Ibnu Busyran Al Wasithi.C) Ibnu AL Maghazili.D) Al Ashimi.E) Ibnu Najjar Al Baghdadi.F) Dan Al Qandizi Al Hanafi

4.Ibnu Abbas ra.Hadis darinya ra.. telah diriwayatkan oleh: A) ahya ibn Main. B) Ibnu Fahd Al Baghdadi.C) Abu Al Abbas Al Asham.D) Ibnu Numair Al Qanthuri.E) Ibnu Jarir Ath Thabari.F) Abu AL Qasim Ath Thabarani.G) Abu Syeikh Al Isbahani.H) Al Hakim An Nisaburi.I) Ibnu Murdawaih Al Isbahani.J) Al Baihaqi.K) Al Khathib Al Baghdadi.L) Ibnu Abdil Barr Al Qurthubi.M) Ibnu Al Maghazili.N) Abu Ali Al Baihaqi.O) Ahmad ibn Muhammad Al ‘Ashimi.P) Akhthab Al Khawarizmi Al Makki.Q) Ibnu Al Atsir.R) Al Kinji Asy Syafi’i.S) Al Hamawaini.T) Jamaluddin Az Zarandi.U) Ibnu Hajar Al Asqallani.V) As Suyuthi.W) As Samhudi.X) Al Muttaqi Al Hindi.Y) Al Munnawi.Z) Dan puluhan lainnya..

5. Jabir ibn Abdillah al Anshari ra.Hadis darinya ra.. telah diriwayatkan oleh:A) Abdur Razzaq Ash Shan’ani.B) Al Bazzar.C) Ath Thabarani.D) Al Qaffal Al Syasyi.E) Ibnu As Saqqa Al Wasithi.F) Al Hakim An Nisaburi.G) Abu AL Hasan Al Aththar Asy Syafi’i.H) Al Khathib Al Baghdadi.I) Ibnu Maghazili.J) Syirawaih Ad Dailami.K) Syahr Daar Ad Dailami.L) Ibnu ‘Asakir Ad Dimasyqi.M) Al Kinji Asy Syafi’i.N) Ali Al Hamdani.O) Ibnu Al Jazari Asy Syafi’i.P) Ibnu Hajar AL Asqallani.Q) As Suyuthi.R) As Samhudi.S) Ibnu Hajar Al Haitami Al Makki.T) Al Muttaqi Al Hindi.U) Al Munnawi.V) Dan banyak selain mereka.

6. Abdullah ibn Mas’ud ra.Hadis darinya ra.. telah diriwayatkan oleh:A) Sayyid Ali Al Hamdani.B) Syeikh Sulaiman Al Qanduzi Al Hanafi.

7. Hudzaifah ibn Yaman ra.Hadis darinya ra.. telah diriwayatkan oleh Ibnu Al Maghazli dan kemudian dikutip oleh Al Qanduzi.

8. Abdullah ibn Umar.Hadis darinya ra.. telah diriwayatkan oleh:A) ATh Thabarani.B) Al Hakim.C) Ibnu Hajar Al Makki.D) Syeikh Al Idrus Al Yamani.E) Mirza Muhammad Al badkhisyani.F) Syeikh Muhammad Ash Shabban.G) Maulawi Muhammad Mubin Al Laknawi.H) Maulawi Tsanaullah Pani Pati.I) Maulawi Waliullah Al Laknawi.J) Al Qanduzi.

9. Anas ibn Malik.Hadis darinya ra.. telah diriwayatkan oleh:A) Sayyid Ali Al Hamdani.B) Syeikh Sulaiman Al Qanduzi Al Hanafi.

10. Amr ibn Al ‘Aash.Hadis darinya ra.. telah diriwayatkan oleh Akhthab Al Khawarizmi Al Makki.

Catatan:

Dan dalam pernyataan sebagian ulama hadis tersebut telah disepakati oleh para sahabat Nabi saw. sebagai sebuah keutamaan dan keutamaan bagi Imam Ali as., seperti dalam penegasan Az Zarandi dalam Nadzm Durar As Simthainnya ketika ia menulis sebuah judul : Keutamaan lain yang diakui para sahabat dan mereka sambut riang, mereka menempuh jalan sepakat dan berjalan di atasnya.[4]

Maka jika demikian adanya maka apakah dapat dibenarkan sikap penolakan terhadap hadis ini yang dilakukan sebagian orang yang mengaku taat mengikuti dan membela para sahabat Nabi saw.?!

Kedua, hadis ini juga telah diriayatkan oleh banyak kalangan tabi’în, di bawah ini nama-nama mereka:(1) Imam Ali Zainal Abidin ibn Husain as.(2) Imam Muhammad ibn Ali Al Baqir as.(3) Al Ashbugh ibn Nubatah Al Handhali Al Kufi.(4) Jarir Adh Dhabbi.(5) Al Harits ibn Abdillah Al Hamdani Al Kufi.(6) Sa’ad ibn Tharif Al Handhali Al Kufi.(7) Said ibn Jubair Al Asadi Al Kufi.(8) Salamah ibn Kuhail Al Hadhrami Al Kufi.(9) Sulaiman ibn Muhran Al Kufi (yang dikenal dengan nama Al A’masy).(10) ‘Ashim ibn Dhmarah As Saluli Al Kufi.(11) Abdullah ibn Utsman ibn Khutsaim Al Qari Al Makki.(12) Abdurrahman ibn Utsman At Tamimi al Madani.(13) Abdurrahman ibn Usailah Al Muradi Abu Abdillah Ash Shanabaji.(14) Muijahid ibn Jabr Abu Al Hajjaj Al Makhzumi Al Makki.

Ketiga, hadis ini telah disahihkan oleh puluhan ulama Ahlusunnah yang berkopenten dalam penilaian hadis Nabi saw., di antara mereka adalah:

1. Al-Hafidz Abu Zakaria Yahya bin Ma’in (W.233 H) sebagaimana disebutkan oleh al-Khatib, Abu al-Hajjaj dan Ibnu Hajar dan lain-lain.2. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Thabari (W.310 H) sebagaimana dalam kitab Tahdzibul Atsar.3. Abu Abdillah al-Hakim (W.405 H).4. Al-Hafidz Abu Muhammad al-Hasan al-Samarqandi (W.491 H) dalam kitab Bahr al-Asamid.5. Majduddin al-Fairuz Abadi (W.816 H) dalam al-Naqdu al-Shahih.6. Jalaluddin al-Suyuthi (W.911 H) dalam Mam’i al-Jawami’.7. Sayyid Muhammad al-Bukhari, seperti dalam kitab Tadzkirat al-Abrar.8. Al-Amir Muhammad al-Yamani al-Shan’aa’i (W.1182 H) dalam kitabnya al-Raudhah al-Nadiyyah.9. Al-Maulawi Hasanuzzaman.10. Abu Salim Muhammad bin Thalhal al-Quraisyi (W. 652 H.}.11. Abu al-Mudhaffar Yusuf bin Qazawaghli (W.654 H).12. Al-Hafidz Shalahuddin al-Ala’i (W.761 H).13. Syamsuddin Muhammad al-Jazari (W.833 H).14. Syamsuddin Muhammad al-Sakhawi (W.902 H).15. Fadlullah bin Ruzbahan al-Syirazi.16. Al-Muttaqi al-Hindi (W.975 H).17. Mirza Muhammad al Badkhisyani.18. Mirza Muhammad Shadrul Alam.19. Tsama’ullah Pani Pati al Handi.20. Al Mawlawi Hasannuz Zamaan.

Keempat, Selain mereka yang menegaskan kesahihan hadis ini, banyak para ulama yang menggolongkannya sebagai hadis hasan secara mutlak, atau pada sebagai jalur-jalurnya, -dan di antara mereka adalah adalah para ulama yang telah saya sebut sebelum,nya hal tersebut terjadi karena pada awal mula ia menggolongkannya hasan kemudian terbukti bahwa ia sahih atau karena pada sebagai jalurnya ia hasan dan pada sebagian lainhya sahih, seperti yang dinyatakan Al Kunji).

Di bawah ini akan saya sebutkan nama-nama sebagian mereka:1. At Turmudzi, sebagai dinayatakan Adbul Haq Ad Dahlawi dalam kitab Al Lama’ât-nya.2. Al Kunji Asy Syafi’i. Tentang hadis riwayat Ibnu Abbas ia berkata, “Hadis hasan ’âlin (tinggi, pendek sanadnya).3. Shalahuddin Al Ala’i.4. Badruddin Az Zarkasyi, seperti disebutkan Al Munnawi dan Syeikh Hasanuz Zaman.5. Majduddin Asy Syirazi dalam kitab Naqd ash Shahih.6. Ibnu Hajar Al Asqallani dalam Fatawa-nya dana dalam jawaban beliau tentang stasus beberapa hadis kitab Mashabih As Sunnah karya Al Baghawi.7. As Sakhawi dalam kitab Al Maqâshid Al Hasanah ketika mengomentari hadis Ibnu Abbas.8. Jalauddin As Suyuthi dalam Tarikh Al Khulâfâ’ dan buku-bukunya yang lain.9. As Samhudi. Ia menyebut pensahihan Al Hakim dan keterangan Al ‘Ala’i dan Ibnu Hajar sebagai hadis hasan kemudian ia diam tidak berkomentar apapun tentangnya. Jadi dapat dipastikan bahwa paling tidak ia menyakininya sebagai hadis hasan.10. Muhammad ibn Yusuf Asy Syami Al Shalihi dalam Subul Al Huda wa Ar Rasyaad. 11. Abu Hasan Ali ibn Arrâq dalam Tanzîh asy Syari’ah.12. Ibnu Hajar Al Haitami Al makki dalam Shawâiq, Al Minah Al Makkiyah dan Tathhir al Janân.13. Muhammad ibn Thahir al Tanti dalam Tadzkirah Al Maudhu’ât.14. Mulla Ali Al Qâri dalam A Mirqât.15. Al Munnawi dalam Faidh Al Qadîr. 16. Muhammad Al Hijazi Asy Sya’rani.17. Abdul Haq Ad Dahlawi dalam Al Lama’ât.18. Al Azizi dalam As Sirâj Al Munîr.19. Ali ibn Ali Asy Syibramulisi dalam Taisîr Al Mathâlib As Saniyyah.20. Az Zarqâni dalam syarah Al Mawâhib Al Ladduniyah.21. Al Shabban dalam Is’âf Ar Raghibîn.22. Asy Syawkani dalam Al Fawâid Al Majmû’ah.23. Hasan ibn Ali Al Muhaddis dalam Tafrîj Al Ahbâb. Catatan: Pensahihan Ibnu Ma’in terhadap hadis ini menjadi pijakan bagi para ulama dalam menilai hadis tersebut dikarenakan Ibnu Ma’in adalah tokoh sentral dalam al jarh wa at ta’dîl. Pensahihan Ibnu Ma’in dapat Anda baca dalam kitan Tahdzîb al Kamâl, Tahdzîb at Tahdzîb, ketika menyebut biodata Abdus Salâm ibn Shalih al Harawi, dan Jam’u al Jawâmi’, Faidh al Qadîr, al Fawâid al Majmû’ah dll.Adapun kepiawaian Ibnu Ma’in dalam menilah hadis, dan ketokohannya dalam bidang al jarh wa at ta’dîl dan ia adalah jukuan andalan dalam menilai kualitas perawi dan hadis maka Anda saya persilahkan merujuk biotada Ibnu Ma’in dalam buku rijal manapun, seperti Tahdzîb al Asmâ’ wa al Lughât,1/156, Wafayât al A’yân,6/139, Siyar A’lâm an Nubalâ’,11/71.Yang mengherankan ialah bahwa Ibnu Taimiah sendiri mengakui bahwa Ibnu Ma’in adalah rujukan andalan dalam memilah hadis sahih dari hadis palsu. Antara lain Ibnu Taimiah berkata memuji, “Dan tiada bagi seorang bagi mereka keahlian dan mengetahuan tentang sanad seperti yang dimiliki para imam hadis seperti Syu’bah, Yahya ibn Sa’îd al Qaththân, Abdurahman ibn Mahdi, Ahmad ibn Hanbal, Ali ibn Madîni, Yahnay ibn Ma’in, Ishaq, Muhammad ibn Yahya adz Dzuhali, al Bukhari, Muslim, Abu Daud, an Nasa’i, Abu Hatim ar Râzi, Abu Zar’ah ar Râzi, Abu Abdillah ibn Mandah, ad Darulquthni dan semisal mereka dari para imam, penelit, penguasa dan penghafal hadis… .”[5]

Lalu mengapakah kali ini ia berpaling dan mencampakkan penilaian positif Ibnu Ma’in yang sangat ia puji dan ia banggakan?! Aneh! Tapi demikianlah Ibnu Taimiah. Ia akan berlapang dada menerima hadis apabila sesuai dengan hawa nafsunya dan dengan serta merta menolaknya apabila ia tidak cocok dan sesuai seleranya.Selain itu semua, hadis ini telah diriwayatkan oleh At Turmudzi dalam kitab Sunan-nya yang merupakan salah satu kitab hadis Shahih yang enam di kalangan Ahlusunnah dan Ibnu Ibnu taimiah pun selalu membanggakannya dalam banyak kesempatan dalam Minhâj as Sunnah-nya. Lalu mengapa ia sekarang mangetakan walaupun ia diriwayatkan oleh at Turmudzi.

Demikian pula hadis telah diriwayatkan oleh al Hakim dalam kitab al Mustadrak-nya yang tidak jarang Ibnu Taimiah mengandalkan pensahihan al Hakim.

Dengan demikian jelaslah bagi Anda siapa sejatinya Ibnu Taimiah itu!!!

§ Hadis Aqdhâkum Ali palsu!!

Salah satu hadis yang menunjukkan keluasaan ilmu Imam ali as. adalah sabda Nabi saw.:

أَقْضاكُمْ عَلِيٌّ.

Paling pandai qadha’ diantara kamu adalah Ali. Hadis di atas atau yang serupa dengannya, seperti Paling pandainya umat ini tentang qadha’ adalah Ali dan dengan redaksi lain yang semakna telah diriwayatkan oleh para imam hadis kenamaan Ahlusunnah. Anda saya persilahkan melihat langsung kitab Shahih Bukhari, kitabut tafsîr, bab Qauluhu (Mâ nansakh min âyatin aw nunsihâ). Imam Bukhari meriwayatkan pengakuan Khalifah Umar sebagai mengatakan:أَقْضانا علِي.

Ali adalah orang yang paling pandai qadha’ di antara kami.[6]

Ketika mengomentari hadis di atas, Ibnu Hajar menegaskan, ‘Demikian hadis ini dalam riwayat di atas ia mauqûf (berhenti pada Umar/ucapan Umar). Hadis ini juga telah dikeluarkan oleh at Turmudzi dan lainnya dari jalurAbu Qilâbah dari Anas marfû’an (sebagai sabda Nabi saw.) …

Adapun hadis “Ali adalah orang yang paling pandai qadha’ di antara kami” ia telah datang secara marfû’ dari Anas dengan redaksi Paling pandainya umat ini tentang qadha’ adalah Ali ibn Abi Thalib. Hadis ini diriwayatkan oleh al Baghawi dan juga dari jalur Abdurrazzaq dari Ma’mar secara mursal (dengan tidak menyebut lengkap sanadnya) … bahkan masih menurut Ibnu Hajar al Asqallani, hal itu sedemikain masyhur sehingga Ibnu Mas’ud bertutur, “Kami, penduduk kota Madinah berbincang-bincang bahwa Ali ibn Abi Thalib-lah yang paling mengerti qadha’ di antara kita.” [7]

Demikian juga kitab ad Durr al Manstûr menukil dari an Nasa’i, Ibnu Anbâri dan Dâlâlil an Nubuwwah-nya al Baihaqi, Ibnu Sa’ad dalam Thabaqât dari sahabat Abu Hurairah, begitu juga Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Ibnu Majah dalam Sunan-nya, Al Hakim dalam Mustadrak-nya dan ia mensahihkannya, Ibnu Abdil Barr dalam al Istî’âb-nya, Ibnu al Atsîr dalam Usdul Ghâbah-nya, Abu Nu’aim dalam Hilyah-nya dan Muhibbuddin ath Tahabari dlam Riyâdh-nya. Hadis tersebut telah diriwayatkan para ulama besar Ahlusunnah dalam kitab-kitab Shahih Sunan dan Musnad mereka.Lalu datanglah Anak Taimiah dan dengan tanpa malu mengatakan:

هَذَا الحديثُ لَمْ يَثْبُتْ، و ليْسَ لَهُ إسْنادٌ تَقُوْمُ بِهِ الحجَّةُ…. و لَمْ يُرْوَ فِيْ السُنَنِ الْمَشْهُورةِ ولا المَسَانِيْدِ المعروفَةِ، لا بِإِسنادٍ صحيحٍ ولا ضَعِيْفٍ، و إنَّما يُرْوَى مِنْ طريقِ ما ُوَ مَعْرُوفٌ بالكذِبِ.

ًHadis ini tidak terbukti (pernah disabdakan Nabi), ia tidak memiliki sanad (jalur) yang dapat tegang hujjah dengannya… ia tidak diriwayatkan oleh seorangpun dalam kitab-kitab Sunan yang terkenal, tidak juga dalam kitab-kitab Musnad. Tidak dengan sanad yang sahih maupun dha’if. Ia hanya diriwayatkan dari jalur perawi yang dikenal pembohong!.”[8]

Coba Anda renungkan ocehan Anak Taymiah di atas dan setelahnya terserah Anda untuk menentukan siapa yang sedang bebohong dan mengada-ngada kepalsuan!

Atau bias jadi ketika menulis pasal di atas, ia tidak memiliki referensi yang cukup?! Atau memeng demikian pengaruh jahat fanatisme membuta menjadikan penyandangnya buta mata hatinya sehingga mendustakan kebenaran ketika tidak berpihak kepadanya?!

Atau bisa jadi ia yakin bahwa kelak di kemudian hari kesesatannya akan didukung oleh sekelompok Arab Baduwi di sebuah kerajaan di Timur Tengah yang selalu menelan mentah-mentah ocehannya tanpa mengkomfirmasinya kembali sebab ia adalah “Sisa-Sisa Wahyu Langit” yang belum sempat diturunkan kepada para nabi terdahulu as.!

Inikah kualitas “Syeikhul Islam” Anda hai Arab-arab wahabi, dan antek-antek Baduwi shahra’ Saudi?!


[1] Minhaj as Sunnah,3/270.

[2] Tafsir Jâmi’ al Bayân; Ath Thabari, 29/55, Tafsir Ibnu Katsir,4/413, Tafsir Fathu al Qadîr; Asy Syaukani, 5/282, Nadzm Durar as Simthain, Az Zarandi al Hanafi: 92, Manâqib; Ibnu Maghazili: 265 hadis 312.

[3] Minhaj as Sunnah,4/140.

[4] Nadzm Durar As Simthain:113.

[5] Ibid.4/84, dan selain pernyataan di atas banyak pernyataan serupa ia sampaikan.

[6] Shahih Bukhari, Kitabul Tafsîr, bab QauluhuMâ nansakh min âyatin aw nunsihâ.”,6/23.

[7] Fathu al Bâri Bi Syarhi Shahih aol Bukhari,17/18 ketika menerangkan hadis Bukhari 4481.

[8] Minhâj as Sunnah,4/138.


7 Responses to “Semua Bukti Ilmu Ali ra. Palsu!!”

  1. Sudah merupakan hal yang jelas bagi semua kalangan tentang berbagai keutamaan Imam Ali, namun Ibnu Taymiyah menolaknya. Sebenarnya ada apa dengan Ibnu Taymiyah? Sepertinya ia sangat dendam sekali terhadap Imam Ali…ia tidak tahu atau pura-pura tidak tahu?

  2. Setiap tulisan dan ucapan akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala.
    Silahkan anda pertanggungjawabkan tulisan anda di blog ini kelak di hari kiamat.
    Wallahu a’lam.

    Sabar ya akhi. Tak perlu memvonis seperti itu. Tabayyun dulu.

    *******************************
    -Jawaban Kami-

    Salam,

    Sebelum mempertanggung jawabkan semua tulisan dalam blog ini di hadapan Allah SWT di akhirat, saya sudah pertanggung-jawabkannya di hadapan para pemabaca dengan menyebut secara akurat semua rujukannya.

    Anda dapat komfirmasi sendiri secara langsung ke dalam buku-buku yang saya sebutkan. Anda juga perlu baca langsung tulisan-tulisan Ibnu Taymiah agar tahu bahwa apa yang saya tulis dapat dipertanggung jawabkan.

    Kalau ternyata apa yang saya tulis tidak menyenangkan hati Anda karena membongkar apa adanya Ibnu Taymiah dan pandangan-pandangannya yang nyeleneh, itu dapat saya maklumi, sebab kecintaan itu kadang membutakan dan menulikan.

    wassalam

  3. waduh mau komentar apa yaa…. sulit juga kalo’ rasa hasud kepada ahlul bait merasuk kaya’nya semua hadis ato riwayat tentang keutamaan ahlul bait as di bilang palsu.. semoga kita berkumpul dengan ahlul bait as yang kita cinta.. biar yang demen ma 2 syeikh itu biar kumpul juga di………………..

  4. =========================================
    Sayid Zainal Abidin:

    Pasti Anda menganggap saya mengada-ngada dan memftinah Ibnu Taymiah.
    Jadi baca dan perhatikan langsung pernyataannya di bawah ini.
    Ibnu Taymiah berkata:

    لاَ نُسَلِّمُ أَنَّ عَلِيًّا كانَ أَحْفَظَ ِللْكِتابِ و السُّنَّةِ وَ أَعْلَمَ بِهِمَا مِنْ أَبِيْ بَكْرٍ و عُمَرَ ، بَلْ هُما أَعْلَمُ بالْكِتابِ و السُّنَّةِ مِنْهُ.

    “Kami tidak menerima bahwa Ali lebih paling hafalnya dan paling alim/pandainya orang tentang Al Kitab dan as Sunnah disbanding Abu Bakar dan Umar. Bahkan mereka berdua lebih pandai darinya tentang Al Kibat (alQuran) dan Sunnah.”[Minhaj as Sunnah,3/270]
    =========================================

    Pada perkataannya itu Ibnu Taimiyah bukanlah bermaksud merendahkan Ali atau menghinanya, tapi Ibnu Taimiyah hanya bermaksud mengatakan -ketika membantah golongan syi’ah- bahwa kami(Ahlussunnah) tidak menganggap Ali lebih tinggi derajatnya dikalangan shahabat dibandingkan Abu Bakar dan Umar.

    Apa yg dikatakan Ibnu Taimiyah itu memang benar, bahwa Ahlussunnah bersepakat bahwa Ali tidaklah lebih tinggi derajatnya dibandingkan Abu Bakar dan Umar. Bahkan para shahabat pun beranggapan demikian.
    Dalilnya adalah sbb:

    dari Ibnu Umar:

    كُنَّا نُخَيِّرُ بَيْنَ النَّاسِ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَنُخَيِّرُ أَبَا بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ. (رواه البخاري فتح الباري ج 7 ص 16)

    Kami membanding-bandingkan di antara manusia di zaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Maka kami menganggap yang terbaik adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman bin Affan. (HR. Bukhari)

    Dalam lafadh lain dikatakan:

    كُنَّا نَقُوْلُ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيٌّ أَفْضَلُ أُمَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَهُ أَبُوْ بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرُ ثُمَّ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ. رواه أبو داود في كتاب السنة باب التفضيل انظر عون المعبود ج 8 صلى الله عليه و سلم 381 والترمذي وقال حديث حسن صحيح)

    Kami mengatakan dan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam masih hidup bahwa yang paling utama dari umat nabi shallallahu `alaihi wa sallam setelah beliau adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi berkata: Hadits hasan)

    Dua hadits ini merupakan dalil yang qath’i (pasti) karena Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan dua kalimat yang penting yang menunjukkan bahwa ucapannya tidak memiliki muatan subyektif.

    Pertama, kalimat tersebut adalah: “Kami membanding-bandingkan…”, atau “Kami mengatakan……”. Kedua kalimat tersebut menunjukkan bahwa ucapan itu adalah ucapan para shahabat seluruhnya dan tidak ada seorangpun dari mereka yang membantahnya.

    Kalimat kedua adalah ucapan beliau: “Dan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam masih hidup…” atau dalam lafadh lain: “di zaman Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam…..”. Ucapan ini menunjukkan bahwa ucapan para shahabat tersebut didengar dan disaksikan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, dan beliau shallallahu `alaihi wa sallam tidak membantahnya. Inilah yang dinamakan oleh ahlul hadits dengan hadits taqriri yang merupakan hujjah dan dalil yang qath’i.

    Bahkan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu sendiri yang menyatakan demikian sebagaimana diriwayatkan secara mustafidlah dari Muhammad Ibnil Hanafiyah:

    قُلْتُ ِلأَبِي: أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُوْلِ اللهَ ?؟ قَالَ: أَبُو بَكْرٍ. قَلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: عُمَرُ. وَخَشِيْتُ أَنْ يَقُوْلَ عُثْمَانُ. قُلْتُ: ثُمَّ أَنْْتَ؟ قَالَ: مَا أَنَا إِلاَّ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. (رواه البخاري: كتاب فضائل الصحابة باب 4 وفتح البارى 7/20)

    Aku bertanya kepada bapakku (yakni Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu): Siapakah manusia yang terbaik setelah Rasulullah ? ? Ia menjawab: “Abu Bakar”. Aku bertanya (lagi): “Kemudian siapa?”. Ia menjawab: “Umar”. Dan aku khwatir ia akan berkata Utsman, maka aku mengatakan: “Kemudian engkau?” Beliau menjawab: “Tidaklah aku kecuali seorang dari kalangan muslimin”. (HR. Bukhari, kitab Fadlailus Shahabah, bab 4 dan Fathul Bari juz 4/20)

    Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu pernah menceritakan ucapan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu sebagai berikut:

    إِني لَوَاقِفٌ فِي قَوْمٍ نَدْعُوا اللهَ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَقَدْ وُضِعَ عَلَى سَرِيْرِهِ، إِذَا رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي قَدْ وَضَعَ مِرْفَقَيْهِ عَلَى مَنْكِبِي يَقُوْلُ: رَحِمَكَ اللهَ إِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ ِلأَنِيْ كَثِيْرًا مَا كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُوْلَ اللهِ ? يَقُوْلُ: كُنْتُ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَفَعَلْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَانْطَلَقْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، فَإِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَهُمَا، فَالْتَفَتُّ فَإِذَا هُوَ عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ. (رواه البخاري في فضائل الصحابة، باب من فضائل عمر 3389 (4/1858))

    Sungguh aku pernah berdiri di kerumunan orang yang sedang mendoakan Umar bin Khathab ketika telah diletakkan di atas pembaringannya. Tiba-tiba seseorang dari belakangku yang meletakkan kedua sikunya di kedua pundakku berkata: “Semoga Allah merahmatimu dan aku berharap agar Allah menggabungkan engkau bersama dua shahabatmu (Yakni Rasulullah dan Abu Bakar) karena aku sering mendengar Rasulullah ? bersabda: ‘Waktu itu aku bersama Abu Bakar dan Umar…’ ‘aku telah mengerjakan bersama Abu Bakar dan Umar…’, ‘aku pergi dengan Abu Bakar dan Umar…’. Maka sungguh aku berharap semoga Allah menggabungkan engkau dengan keduanya. Maka aku menengok ke belakangku ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib.[HR. Bukhari 3889]

    Demikianlah beberapa nash diantara sekian banyak nash yg menjadi hujjah bahwa Ali tidaklah lebih tinggi derajatnya daripada Abu Bakar dan Umar, namun demikian bukan berarti pendapat ini merendahkan Ali radhiyallahu`anhu.

    ****************************
    -Jawaban Kami-

    Ibnu Ahmad,

    Assalamu alaikum

    Akhi muhtaram, terima kasih atas tanggapannya dan baik sangkanya terhadap Ibnu Taymiah! Saya pun berharap demikian, tetapi apa hendak dikata, semua bukti menguatkan bahwa memang Ibnu Taymiah dikenal kurang menghormat Imam Ali as. bahkan tidak jarang melecehkan keagungan beliau. Para ulama Ahlusunnah pun seperti Ibnu Hajar, as Subki dll mencium adanya bau kenashibiah pada diri Ibnu Taymiah.

    Adapun hadis tentang pengutamaan Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman, dan setelahnya para sahabat Nabi saw. itu sama-sama dalam nilai dan keutamannya, seperti yang Anda sebutkan dari riwayat Bukhrai dan juga diriwayatkan sebagian muhaddis lain dari Ibnu Umar adalah hadis yang perlu dipertanyakan kesahihannya. Bahkan kepalsuan hadis-hadis seperti itu lebih terang dari matahari di siang bolong.

    Terlepas dari bukti-bukti akurat keutamaan Imam Ali as. di atas sahabat lain, para ulama besar Ahlusunnah-pun telah meragukannya dan bahkan menolak hadis di atas walaupun diriwayatkan oleh Bukhari. Mereka memastikan bahwa Bukhari salah dalam menriwayatkan hadis tersebut.

    Pertama, hadis tersebut bertentangan dengan doktrin Ahlusunah sendiri yang meyakini bahwa urutan keunggulan sahabat Nabi adalah sebagai berikut, Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali as. Ahlusunnah sepakat bahwa Ali adalah sahabat paling unggul setelah ketiga sahabat di atas, yang masih diperselisihkan di antara mereka adalah apakah Ali lebih unggul dari Utsman atau tidak? Jumhur Ahlsunnah (bahkn sekarang menjadi suara resmi mereka) adalah Utsman lebih unggul.

    Oleh karena itu, Ibnu Abdilbarr dalam kitab Istî’âb-nya ngotot menolak hadis Ibnu Umar, ia berkata, “Muhammad ibn Zakaria,Yahya ibn Abdurahman dan Abdurahman ibn Yahya berkata, Ahmad ibn Sa’id ibn Haram berkata, Ahmad ibn Khuld berkata, Marwan ibn Abdulmalik berkata, ‘Aku mendengar Harun ibn Ishaq berkata, ‘Aku mendengar Yahya ibn Ma’in berkata, ‘Barangsiapa mengatakan Abu Bakar, Umar dan Utsman dan Ali dan ia mengakui keutamaan Ali maka ia pemegang teguh sunnah.’

    Lalu aku sebutkan kepadanya orang-orang yang berkata, ‘Abu Bakar, Umar dan Utsman, kemudian diam (tidak menyebut Ali dalam urutan keunggulan), maka ia marah dan berkata kasar tentahg mereka.’” Yahya sendiri menyakini Ali lebih afdhal dari Utsman.

    Abu Amr (Ibnu Abdilbarr) berkata, “Barangsiapa berpendapat seperti hadis Ibnu Umar, ‘Kami berkata di masa Rasulullah saw., ‘Abu Bakar kemudian Umar kemudian Utsman kemudian diam (maksudnya tidak mengutamakan Ali di atas sahabat lain) itulah yang diingkari oleh Yahya ibnu Ma’in dan ia berkata kasar tentang mereka. Sebab yang mengakatan demikian itu berpendapat bertentangan dengan apa yang disepakati oleh Ahulusunah dari kalangan Salaf dan Khalaf dari kalangan Ahli Fikih dan Hadis, sebab Ali adalah paling afdhalnya sahabat setelah Utsman. Ini tidak diperselisihkan oleh mereka, yang mereka perselisihkan hanyalah apakah Ali lebih afdhal dari Utsman atau tidak, sebagaimana kalangan Salaf berselisih tentahg mana yang lebih afdhal Ali atau Abu Bakar?

    Kedua, Andai apa yang Anda simpulkan bahwa sikap Ibnu Umar itu mewakili para sahabat dan Nabi pun telah mendiamkan dan dengan demikian hal itu berarti sunnah taqrîriyah maka kesimpulan itu akan mempersulit Anda dan para ulama Anda sendiri, sebab redaksi seperti jika Anda pahami demikian itu meniscayakan Anda harus juga menerima anggapan tentang hukum dibolehklannya menjual ummahatul awlâd (budak yang telah melahirkan anak dari tuannya) , sebab dalam hadis Jabir dan Ibn Sa’id disebutkan redaksi demikian:

    كُنَّا نَبِيْعُ أُمَهاتِ الأولادِ عل عَهْدِ رسولِ الله (ص).

    “Kami di masa rasulullah saw. menjual ummahatul awlâd.”

    Padahal tidak satupun ulama Anda yang membolehkan hukum tersebut.

    Ketiga, Andai benar hadis itu telah diucapkan oleh Ibnu Umar, maka perlu Anda ketahui bahwa telah terdapat banyak sabahat yang menentang pandangan Ibnu Umar yang ia atas namakan para sahabat. Tidak sedikit sahabat-sahabat besar.

    Ibnu Khaldun berpendapat bahwa diantara para sahabat ada yang berpendapat seperti kaum Syi’ah dalam mengutamakan Ali di atas para sahabat lain …. .”

    Dan kata-kata Ibnu Khaldun, ‘…dan diantara para sahabat ada yang berpendapat seperti kaum Syi’ah ….” tentunya tidak tepat, sebab mereka bukan berpendapat seperti pendapat kaum Syi’ah, akan tetapi justru mereka itulah tokoh-tokoh Syi’ah generasi awal.

    Jadi jelaslah bahwa diantara para sahabat Nabi ada yang mengunggulkan Imam Ali di atas para sahabat lain!

    Keempat, masalah tafdhîl di antara sahabat Nabi saw. sudah menjadi komodisi politik dan sengketa mazhab di kalangan kaum Muslim sejak masa silam. Ia telah menjadi pilar doktri Ahlusunah dan dijadikan pijakan dalam menilai seseorang. Jadi tidak menutup kemungkinan adanya kepentingan madzhab mendorong sebagian perawi untuk memalsu hadis tersebut atas nama Ibnu Umar, seperti pemalsuan-pemalsuan lain yang diilhami oleh fanatisme madzhab! Dan hal ini tidak perlu mengejutkan Anda, sebab pemalsuan demi mazhab adalah sering kali terjadi. Anda saya persilahkan merujuk berbagai buku ilmu hadis tentang masalah ini.

    Kelima, Ibnu Umar sendiri disinyalir kurang simpatik terhadap Imam Ali as. Banyak bukti yang menguatkan dugaan itu, di antaranya adalah:

    A) Ia enggan membaiat Imam Ali as. dan mengakuinya sebagai Khalifatil Muslimin.

    Al Hakim meriwayatkan, ‘… kemudian Ali as. mengutus orang untuk mendatangi Sa’ad ibn Abi Waqqash, Abdullah ibn Umar, Muhammad ibn Maslamah, (setelah mereka berkumpul) Ali berkata kepada mereka, ‘Telah sampai kepadaku dari kalian begini dan begitu.’…. Abdullah ibn Umar berkata kepada Ali, ‘Demi Allah dan demi kekerabatan, jangan paksa aku sesuatu yang aku tidak mengenalnya. Demi Alah aku tidak akan membaiatmu sehingga seluruh kaum Muslimin bersepakat berdasarkan apa yang disatukan Allah.

    Sibthu Ibnu Jauwzi dalam Tadzkirah-nya menegaskan ketidaksudian Ibnu Umar membaiat Ali as., ia berkata, “Ibnu Jarir berkata, ‘Diantara yang engan membaiat Ali adalah Hassân ibn Tsâbit, Abu Sa’id al Khudiri, Nu’man ibn Basyir, Rafi’ ibn Khadij bersama beberapa orang lainnya, dan tentang Zaid ibn Tsabit, Muhammad ibn Maslamah terdapat perbedaan. Dan menurut selain Ibnu Jarir yang tidak membaiat adalah Qudamah ibn Madz’un, Abdullah ibn Sallâm, Mughirah ibn Syu’bahm Abdullah ibn Umar, Sa’ad, Shubaib, Zaid ibn Tsabit, Usamah ibn Zaid, Ka’ab ibn Malik. Dan ada sekelompok lainnya melarikan diri ke kota Syam, mereka itu disebut dengan kelompok Utsmaniyah.

    B) Ia merelakan diri untuk membaiat Yazid dan mengakuinya sebagai yang laik menduduki jabatan sebagai Khalifah Rasulullah saw.

    Banyak data-data sejarah yang membuktikan hal tersebut. Imam Bukhari meriwayatkan, bahwa Mu’awiyah berpidato dalam rangka meminta baiat setia dari umat Islam untuk Yazid putranya sebagai Khalifah sepeninggalnya, berita itu sampai kepada Abdullah ibnu Umar, ia datang menemui Ummul Mukminin Hafshah saudarinya, ia berkata kepadanya: Perkara ini seperti telah Anda saksikan, tidak dijadikan untukku sedikitpun dari perkara ini (khilafah). Hafshah berkata: datangi, sesungguhnya mereka sedang menantimu. Saya khawatir jika kamu menahan diri (tidak berangkat) akan terjadi perpecahan. Hafshah memaksanya berangkat. Setelah orang-orang bubar, Muawiyah berkata: barang siapa yang hendak berbicara hendaknya ia menampakkan tanduknya (dirinya). Kamilah yang paling berhak terhadap khilafah ini dari ia dan ayahnya. Habib ibn Maslamah berkata: Mengapa tidak kamu jawab!

    Ibnu Umar berkata; maka saya lepas selendang saya dan saya ingin berkata: Yang lebih berhak atas perkara ini adalah orang yang telah memerangimu dan memerangi ayahmu atas dasar Islam. Lalu saya takut saya mengucapkan sesuatu yang akan memecah belah persatuan dan mencucurkan darah serta di fahami selain yang saya maksud. Kemudian saya teringat apa yang disiapkan Allah di dalam surga (bagi yang meninggalkan dunia).

    Habib berkata: kamu telah dipelihara dan diselamatkan.

    Bahkan lebih dari itu, Ibnu Umar memaksakan sikapnya kepada orang-orang dekatnya yang terkait dengannya, seperti ditegaskan dalam banyak data sejarah. Ketika penduduk kota suci Madinah yang terdiri dari sisa-sisa para sahabat Nabi saww. dari kalangan Anshar dan Muhajirin dan putra-putra mereka, -setelah mendapat keyakinan pasti akan kefasikan Yazid- sang Khalifah yang baru ditunjuk ayahnya, ketika delegasi penduduk Madinah menyaksikannya sendiri dengan mata kepala mereka- menolak kekhilafahan Yazid dan mengusir gubenur yang ditunjuk Yazid. Mereka melakukan pemberontakan atas kekuasaan Yazid yang dipimpin oleh putra-putra sahabat seperti Abdullah putra Handhalah –yang digelari oleh Nabi saww. Ghasîlul malaikah (yang di mandikan malaikat), Abdullah ibn Muthii’ dan kawan-kawan. Setelah mampu meraih simpatik penduduk kota Madinah dan mereka pun mempersiapkan pertempuran yang besar, datanglah Ibnu Umar kepada Abdullah ibn Muthii’ seraya menegur bahwa sikap membatalkan baiat itu adalah sebuah pengkhianatan terhadap Allah.

    Imam Bukhari meriwayatkan dari Nafi’, ia berkata: ketika penduduk Madinah mencopot Yazid ibn Mu’awiyah, Ibnu Umar mengumpulkan para pembantu dan putra-putranya, lalu ia berkata: ” Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Kelak di hari kiamat akan dikibarkan bendera (sebagai tanda pengkhianatannya_pen) bagi setiap orang yang pengkhianat”. Dan sesungguhnya kita telah memberikan baiat kepada orang itu (Yazid) atas dasar baiat Allah dan Rasul-Nya, dan saya tidak mengetahui ada pengkhianatan yang lebih besar dari seseorang yang telah berbaiat atas dasar baiat Allah dan Rasul-Nya kemudian mengobarkan peperangan atasnya. Dan saya tidak mengetahui seorang dari kalian melepas baiat (Kepada Yazid) dan memberi baiat kepada orang lain untuk khilafah melainkan itu artinya putus hubungan dengan saya!.

    Imam Muslim dalam shahihnya, Kitabul Imarah meriwayatkan dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar mendatangi Abdullah ibn Muthii’ ketika terjadi peristiwa al-Hurrah pada masa Yazid ibn Mu’awiyah, lalu Ibnu Muthii’ berkata: hamparkan untuk Abu Abdir Rahman (panggilan Ibnu Umar_pen) sandaran. Ibnu Umar berkata: saya datang bukan untuk duduk, akan tetapi saya datang untuk menyampaikan sebuah hadis yang saya dengan dari Rasulullah saww. beliau bersabda: barang siapa melapas tangan dari ketaatan maka ia akan menjumpai Allah pada hari kiamat tanpa memiliki hujjah baginya. Dan barang siapa mati sementara tiada ikatan baiat pada lehernya maka ia mati dalam kaadaan jahiliah.

    Sikap dan semangat Ibnu Umar untuk bergegas membaiat Yazid ibn Mu’awiyah itu sebenaranya dikarenakan ia khawatir mati jahiliyah , sebab katanya, barangsiapa bermalam tanpa ada ikatan baiat di lehernya, maka jika ia mati maka ia mati jahiliyah. Jadi ia khawatir bermalam tanpa ada ikatan baiat kepada Yazid; Penerus Sejati Rasulullah!!

    Ketika mensyarahi hadis Bukhari di atas, Ibnu hajar berkata, “Ketika Muawiyah mati, Ibnu Umar mengirim sepucuk surat kepada Yazid berupa baiat setianya untuk Yazid.

    Selain bukti-bukti di atas, dapat ditambahkan di sini, bahwa Ibnu Umar ketika menyebut-nyebut para Khalifah yang saleh, ia menyebut Mu’awiyah dan Yazid, sementara itu ia tidak memasukkan nama Ali sebagai Khalifah! Baca Tarikh al Khulafa’ ; as Suyuthi:167-168.

    Jadi ringkas kata, hadis Ibnu Umar yang Anda sebutkan itu perlu Anda renungkan kembali.
    Dan sekali lagi saya ucapakan terima kasih Anda telah mau berbagi informasi.

    Wassalam.

  5. janganlah kitamudah termakan fitnah. ibnu taimiyahtidak pernah berkata begitu.

    ***********************
    -Jawaban Kami-

    Salam, akhi muhtaram.

    Anda tidak perlu memastikan bahwa Ibnu Taymiah tidak pernah berkata begitu. Anda komfirmasi kutipan-kutipan saya langsung ke buku Ibnu Taymiah yang saya sebutkan. Sebab, kata Sayyidina Ali ra. Allah telah menetapkan sebuah ketetapan atas kita agar tidak berkata kecuali apa yang kita ketahui dan tidak menolak apa yang tidak kita ketahui.

    Akhi muhtaram, jangan jadikan ketidak-tauan kita sebagai HAKIM untuk menolak! Anda berhak kaget dengan data-data yang dibongkar di blog ini, sebab selama ini mungkin Anda terkagum-kagum terhadap sosok Ibnu Taymiah. Tapi cobalah belajar realistis dan LEGOWO menerima kenyataan memang begitu Ibnu Taymiah. Dia bukan Nabi yang MAKSUM dari penyimpangan dalam sikap dan pandangan.

    Tidak jarang ulama yang tadinya kagum terhadap Ibnu Taymiah,akhirnya berubah tidak lagi simpatik setelah menyaksikan penyimpangan-penyimpangannya, seperti Ibnu Hayyan al Andalusi.

    cobalah belajar menerima kenyataan dengan pikiran jernih dan hati lapang, bukan dengan perasaan.

    Wassalam.

  6. sebagai wong goblog saya ndak mau ikut campur karena saya bukan pendukung ibnu taimiyah atau penentang ibnu taimiyah.. yang jelas saya bukan mengidolakan ibnu taimiyah, karena saya lebih suka pendapatnya imam alghozali ath thuusy di banding ibnu taimiyah…
    menurut saya ndak penting apakah sayyidina ali lebih mulia atau ndak dari sahabat yang lain.. la wong saya yakin sayyidina ali juga ndak ingin dibilang lebih utama.. tp kenapa kita2 koq kebakaran jenglot eh jenggot.. bukannya yang terpenting kita harus bisa meneladani akhlak2 beliau semua baik abu bakar, umar, utsman, atau ali karena akhlak2 beliau itu semua mulia tanpa harus membedakan-bedakannya. terus saya mau nanya apa untungnya bagi kita kalo abu bakar lebih mulia? sayyidina umar lebih mulia? atau khulafaur rosyidin lainnya lebih mulai… yang terpenting bro.. kita bisa meneladani mereka semua itu jauh lebih bermartabat.. ketimbang berdebat dan menjelekkan orang lain atas nama beliau (khulafaur rosyidin)… aku sangat hormat kepada beliau abi bakar, umar, utsman, dan ALi beliau itu memiliki kelebihan sendiri2x… sehingga mereka semua mendapatkan gelar sendiri2 karena kelebihan beliau2x.. jadi STOP saling menjelekkan orang lain atas nama SAHABAT…. ok bro…
    ISLAM PEACE LOVE N RESPECT

    ************************
    -Jawaban Kami-

    Salam.
    Memang yang terpenting bagi kita adalah meneladani para penyandang sifat mulia nan luhur. namun demikian tidak berarti mencari tahu mana di antara mereka itu yang lebih afhdal bukan sikap jelek lho! Al-Qur’an aja menyebutkan bahwa Allah melebihkan satu rasul di atas rasul yang lain. Apa yang demikian akan menghalangi kita untuk serius dalam meneladani mereka? Tentu tidak. Membandingkan antara para khulafa’ itu sah-sah saja apalagi kalau dapt mengantarkan kita kepada sebuah kesimpulan agamis, misalnya tentang siapa yang paling berhak menduduki jabatan Khalifah (tentunya bagi yang mensyaratkan afdhaliah).

  7. Salam ‘alaykum.
    Kali ini saya ingin meminta bantuan info: bagaimanakah ahli hadis Nashiruddin Al-Albani menilai hadis “Ana madinatul-’ilmi wa ‘Ali babuha”? Di kitabnya yg mana Al-Albani membahas hadis tsb?
    Terima kasih atas bantuannya. Salam ‘alaykum.

    Kami Menjawab:
    Insyaallah.Saya akan sempatkan.
    terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.