Ibnu Taymiyah Berbohong Atas Nama Sahabat dalam Mengutamakan Abu Bakar & Umar atas Imam Ali as. (4)

| |


Akar argumentasi mereka yang mengutamakan Khalifah Abu Bakar dan Umar atas Imam Ali as. adalah adanya beberapa riwayat yang dinukil dari Ibnu Umar dan juga penukilan ucapan atas nama Imam Mulia Ali ibn Abi Thalib as. serta beberapa riwayat atas nama nabi Suci Muhammad saw. Dan kerenanya tidak sedikit mereka yang tertipu dengan gemerlapnya status semu penukila itu!

Penukilan yang tidak akurat itu telah dijadikan Pedoman Kudus sementara orang yang tidak mungkin bias dan atau boleh diperdebatkan keotentikannya dan tidak akan pudar tinggak keakutananya.

Dari sini, kami memandang perlu utmuk menyemprnakan kajian dalam msalah ini dengan membahasnya di sini.

Kita akan awali dengan meneliti hadis Ibnu Umar, setelahnya kita akan lanjutkan dengan hadis atas nama Imam Ali as.dan sabda Nabi saw.

Hadis Ibnu Umar

Adapun tentang hadis Ibnu Umar yang mengatakan bahwa para sahabat mengutamakan Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman, dan setelahnya para sahabat Nabi saw. itu sama-sama dalam nilai dan keutamannya, adalah sebagai berikut ini.

Diriwayatkan dengan sanad bersambung kepada Ibnu Umar, ia berkata:

كُنَّا نُخَيِّرُ بَيْنَ النَّاسِ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَنُخَيِّرُ أَبَا بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ ثُمَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ. (رواه البخاري)

“Kami membanding-bandingkan yang terbaik di antara manusia di zaman Rasulullah saw. maka kami menganggap yang terbaik adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman bin Affan.” (HR. Bukhari)

Dalam redaksi lain diriwayatkan:

كُنَّا نَقُوْلُ وَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَيٌّ أَفْضَلُ أُمَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَهُ أَبُوْ بَكْرٍ ثُمَّ عُمَرُ ثُمَّ عُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ. (رواه أبو داود في كتاب السنة باب التفضيل والترمذي وقال حديث حسن صحيح).

“Kami mengatakan dan Rasulullah swa. masih hidup bahwa yang paling utama dari umat Nabi saw. setelah beliau adalah Abu Bakar, kemudian Umar, kemudian Utsman.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi berkata: Hadits hasan sahih)

Dua riwayat di atas perlu dipertanyakan kesahihannya. Bahkan kepalsuan riwayat-riwayat seperti itu sudah tanpak nyata bagi Anda yang mau berpkir jernih dan kritis.

Meskipun hadis itu diriwayatkan oleh Imam Bukahri dalam kitab Shahih-nya, para ulama besar Ahlusunnah tidak sedikit yang meragukannya dan bahkan ada yang menolaknya. Mereka mengatakan bahwa Imam Bukhari salah dalam meriwayatkan hadis tersebut, karena beberapa alsaan:

A) Hadis tersebut bertentangan dengan akidah Ahlusunah sendiri yang meyakini bahwa urutan keutamaan sahabat Nabi adalah sebagai berikut, Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali as. Ahlusunnah sepakat bahwa Ali adalah sahabat paling utama setelah ketiga sahabat di atas, yang masih diperselisihkan di antara mereka adalah apakah Ali lebih utama dari Utsman atau tidak? Jumhur Ahlusunnah (dan kini menjadi pendapat resmi yang dibakukan) adalah Utsman lebih utama. Dari sini dapat dimengerti mengapa Ibnu Abdil Barr dalam kitab Istî’âb-nya bersikeras menolak hadis Ibnu Umar, ia berkata, “Muhammad ibn Zakaria, Yahya ibn Abdurahman dan Abdurahman ibn Yahya berkata, Ahmad ibn Sa’id ibn Haram berkata, Ahmad ibn Khuld berkata, Marwan ibn Abdul Malik berkata, ‘Aku mendengar Harun ibn Ishaq berkata, ‘Aku mendengar Yahya ibn Ma’in berkata, ‘Barangsiapa mengatakan Abu Bakar, Umar dan Utsman dan Ali serta mengakui keutamaan Ali maka ia penganut sunnah.’ Lalu aku sebutkan kepadanya orang-orang yang berkata, ‘Abu Bakar, Umar dan Utsman, kemudian diam (tidak menyebut Ali dalam urutan keutamaan)’, maka ia marah dan berkata kasar tentahg mereka.’” Yahya sendiri menyakini Ali lebih afdhal dari Utsman. Abu Amr (Ibnu Abdil Barr) berkata, “Barangsiapa berpendapat seperti hadis Ibnu Umar, ‘Kami berkata di masa Rasulullah saw., ‘Abu Bakar kemudian Umar kemudian Utsman kemudian diam (maksudnya tidak mengutamakan Ali di atas sahabat lain) itulah yang diingkari oleh Yahya ibnu Ma’in dan ia berkata kasar tentang mereka. Sebab yang mengakatan demikian itu berpendapat bertentangan dengan apa yang disepakati oleh Ahulusunah dari kalangan Salaf dan Khalaf dari kalangan Ahli Fikih dan Ahli Hadis, sebab Ali adalah paling afdhal-nya sahabat setelah Utsman. Ini tidak diperselisihkan oleh mereka, yang mereka perselisihkan hanyalah apakah Ali lebih afdhal dari Utsman atau tidak, sebagaimana kalangan Salaf berselisih tentang mana yang lebih afdhal, Ali atau Abu Bakar?

B) Andai disimpulkan bahwa sikap Ibnu Umar itu mewakili para sahabat dan Nabi pun telah mendiamkan dan dengan demikian hal itu berarti sunnah taqrîriyah, maka kesimpulan itu akan mempersulit para ulama yang meyakininya, sebab redaksi seperti itu jika dipahami demikian ia meniscayakan keharusan juga menerima anggapan tentang hukum dibolehkannya menjual ummahatul awlâd (budak yang telah melahirkan anak dari tuannya), sebab dalam hadis Jabir dan Ibn Sa’id disebutkan redaksi demikian:

كُنَّا نَبِيْعُ أُمَهاتِ الأولادِ عل عَهْدِ رسولِ الله (ص).

“Kami di masa Rasulullah saw. menjual ummahatul awlâd.” Padahal tidak satupun ulama yang membolehkan hukum tersebut.

C) Andai benar hadis itu telah diucapkan oleh Ibnu Umar, maka perlu dimengerti bahwa tidak sedikit sabahat yang bertentangan dengan pendapat Abdullah ibn Umar yang ia atas-namakan para sahabat. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa di antara para sahabat ada yang berpendapat seperti kaum Syi’ah dalam mengutamakan Ali di atas para sahabat lain ….[1] Dan kesaksian Ibnu Khaldun ini ‘…dan diantara para sahabat ada yang berpendapat seperti kaum Syi’ah…’ tentunya tidak tepat, sebab mereka bukan berpendapat seperti pendapat kaum Syi’ah, akan tetapi justru sahabat-sahabat mulia itulah yang dikiuti oleh golongan Syi’ah. Sebab mereka itu adalah generasi pertama Syi’ah. Jadi jelaslah bahwa di antara para sahabat Nabi saw. ada yang mengunggulkan Imam Ali di atas para sahabat lain!

D) Masalah tafdhîl di antara sahabat Nabi saw. sudah menjadi masalah politik dan sengketa kemazhaban di kalangan kaum Muslim sejak masa silam. Ia telah menjadi pilar doktrin Ahlusunah dan dijadikan pijakan dalam menilai seseorang. Jadi tidak menutup kemungkinan adanya kepentingan kemazhaban mendorong sebagian perawi untuk memalsu hadis tersebut atas nama Ibnu Umar, seperti pemalsuan-pemalsuan lain yang diilhami oleh fanatisme mazhabiyah! Sebab –seperti telah dimaklumi- pemalsuan demi mazhab adalah hal lumrah dilakukan para perawi tertentu.

· Tentang Ibnu Umar

Ibnu Umar sendiri disinyalir kurang simpatik terhadap Imam Ali as. Banyak bukti yang menguatkan dugaan itu, di antara adalah:

A) Ibnu Umar Tidak Sudi Membaiat Imam Ali as. dan Mengakuinya Sebagai Khalifatil Muslimin.

Al Hakim meriwayatkan, ‘… kemudian Ali as. mengutus orang untuk mendatangi Sa’ad ibn Abi Waqqash, Abdullah ibn Umar, Muhammad ibnMaslamah, (setelah mereka berkumpul) Ali berkata kepada mereka, ‘Telah sampai kepadaku dari kalian begini dan begitu.’…. Abdullah ibn Umar berkata kepada Ali, ‘Demi Allah dan demi kekerabatan, jangan paksa aku sesuatu yang aku tidak mengenalnya. Demi Allah aku tidak akan membaiatmu sehingga seluruh kaum Muslimin bersepakat berdasarkan apa yang disatukan Allah.”

Sibthu Ibnu Jauwzi dalam Tadzkirah-nya menegaskan ketidak-sudian Ibnu Umar membaiat Ali as., ia berkata, “Ibnu Jarir berkata, ‘Di antara yang engan membaiat Ali adalah Hassân ibn Tsâbit, Abu Sa’id al Khudiri, Nu’man ibn Basyir, Rafi’ ibn Khadij bersama beberapa orang lainnya, dan tentang Zaid ibn Tsabit, Muhammad ibn Maslamah terdapat perbedaan. Dan menurut selain Ibnu Jarir yang tidak membaiat adalah Qudamah ibn Madz’un, Abdullah ibn Sallâm, Mughirah ibn Syu’bahm Abdullah ibn Umar, Sa’ad, Shubaib, Zaid ibn Tsabit, Usamah ibn Zaid, Ka’ab ibn Malik. Dan ada sekelompok lainnya melarikan diri ke kota Syam, mereka itu disebut dengan kelompok Utsmaniyah.[2]

B) Ia merelakan diri untuk membaiat Yazid dan mengakuinya sebagai yang laik menduduki jabatan sebagai Khalifah Rasulullah saw.

Banyak data-data sejarah yang membuktikan hal tersebut. Imam Bukhari meriwayatkan, bahwa Mu’awiyah berpidato dalam rangka meminta baiat setia dari umat Islam untuk Yazid putranya sebagai Khalifah sepeninggalnya, berita itu sampai kepada Abdullah ibnu Umar, ia datang menemui Ummul Mukminin Hafshah saudarinya, ia berkata kepadanya: Perkara ini seperti telah Anda saksikan, tidak dijadikan untukku sedikitpun dari perkara ini (khilafah). Hafshah berkata: datangi, sesungguhnya mereka sedang menantimu. Saya khawatir jika kamu menahan diri (tidak berangkat) akan terjadi perpecahan. Hafshah memaksanya berangkat. Setelah orang-orang bubar, Muawiyah berkata, “Barang siapa yang hendak berbicara hendaknya ia menampakkan tanduknya (dirinya). Kamilah yang paling berhak terhadap khilafah ini dari ia dan ayahnya. Habib ibn Maslamah berkata: Mengapa tidak kamu jawab!”

Ibnu Umar berkata, “Maka saya lepas selendang saya dan saya ingin berkata, ‘Yang lebih berhak atas perkara ini adalah orang yang telah memerangimu dan memerangi ayahmu atas dasar Islam.’ Lalu saya takut saya mengucapkan sesuatu yang akan memecah belah persatuan dan mencucurkan darah serta difahami selain yang saya maksud. Kemudian saya teringat apa yang disiapkan Allah di dalam surga (bagi yang meninggalkan dunia).’”

Habib berkata, “Kamu telah dipelihara dan diselamatkan.”[3]

Bahkan lebih dari itu, Ibnu Umar memaksakan sikapnya kepada orang-orang dekatnya yang terkait dengannya, seperti ditegaskan dalam banyak data sejarah. Ketika penduduk kota suci Madinah yang terdiri dari sisa-sisa para sahabat Nabi saw. dari kalangan Anshar dan Muhajirin dan putra-putra mereka, -setelah mendapat keyakinan pasti akan kefasikan Yazid- sang Khalifah yang baru ditunjuk ayahnya, ketika delegasi penduduk Madinah menyaksikannya sendiri dengan mata kepala mereka- menolak kekhilafahan Yazid dan mengusir gubenur yang ditunjuk Yazid. Mereka melakukan pemberontakan atas kekuasaan Yazid yang dipimpin oleh putra-putra sahabat seperti Abdullah putra Handhalah –yang digelari oleh Nabi saw. Ghasîlul malaikah (yang dimandikan malaikat), Abdullah ibn Muthî’ dan kawan-kawan. Setelah mampu meraih simpatik penduduk kota Madinah dan mereka pun mempersiapkan pertempuran yang besar, datanglah Ibnu Umar kepada Abdullah ibn Muthî’ seraya menegur bahwa sikap membatalkan baiat itu adalah sebuah pengkhianatan terhadap Allah. Imam Bukhari meriwayatkan dari Nafi’, ia berkata, “Ketika penduduk Madinah mencopot Yazid ibn Mu’awiyah, Ibnu Umar mengumpulkan para pembantu dan putra-putranya, lalu ia berkata,“Sesungguhnya saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Kelak di hari kiamat akan dikibarkan bendera (sebagai tanda pengkhianataanya_pen) bagi setiap orang yang pengkhianat.’” Dan sesungguhnya kita telah memberikan baiat kepada orang itu (Yazid) atas dasar baiat Allah dan Rasul-Nya, dan saya tidak mengetahui ada pengkhianatan yang lebih besar dari seseorang yang telah berbaiat atas dasar baiat Allah dan Rasul-Nya kemudian mengobarkan peperangan atasnya. Dan saya tidak mengetahui seorang dari kalian melepas baiat (Kepada Yazid) dan memberi baiat kepada orang lain untuk khilafah melainkan itu artinya putus hubungan dengan saya!.[4]

Imam Muslim dalam shahihnya, Kitabul Imarah meriwayatkan dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar mendatangi Abdullah ibn Muthî’ ketika terjadi peristiwa al Hurrah[5] pada masa Yazid ibn Mu’awiyah, lalu Ibnu Muthii’ berkata: hamparkan untuk Abu Abdir Rahman (panggilan Ibnu Umar_pen) sandaran. Ibnu Umar berkata: saya datang bukan untuk duduk, akan tetapi saya datang untuk menyampaikan sebuah hadis yang saya dengan dari Rasulullah saw. beliau bersabda, “Barang siapa melapas tangan dari ketaatan maka ia akan menjumpai Allah pada hari kiamat tanpa memiliki hujjah baginya. Dan barang siapa mati sementara tiada ikatan baiat pada lehernya maka ia mati dalam kaadaan jahiliah.”[6]

Sikap dan semangat Ibnu Umar untuk bergegas membaiat Yazid ibn Mu’awiyah itu sebenaranya dikarenakan ia khawatir mati jahiliyah, sebab katanya, barangsiapa bermalam tanpa ada ikatan baiat di lehernya, maka jika ia mati maka ia mati jahiliyah. Jadi ia khawatir bermalam tanpa ada ikatan baiat kepada Yazid.

Ketika mensyarahi hadis Bukhari di atas, Ibnu hajar berkata, “Ketika Muawiyah mati, Ibnu Umar mengirim sepucuk surat kepada Yazid berupa baiat setianya untuk Yazid.”

Selain bukti-bukti di atas, dapat ditambahkan di sini, bahwa Ibnu Umar ketika menyebut-nyebut para Khalifah yang saleh, ia menyebut Mu’awiyah dan Yazid, sementara itu ia tidak memasukkan nama Ali sebagai Khalifah! Baca Tarikh al Khulafa’; as Suyuthi:167-168.

Jadi ringkas kata, hadis Ibnu Umar yang Anda sebutkan itu perlu Anda renungkan kembali.

· Tentang Hadis Imam Ali as.

Meraka juga mengandalkan riwayat nukilan dari Imam Ali as., seperti di bawah ini;

Dari Muhammad Ibn al Hanafiyah-putra Imam Ali as.-:

قُلْتُ ِلأَبِي: أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُوْلِ اللهَ ?؟ قَالَ: أَبُو بَكْرٍ. قَلْتُ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: عُمَرُ. وَخَشِيْتُ أَنْ يَقُوْلَ عُثْمَانُ. قُلْتُ: ثُمَّ أَنْْتَ؟ قَالَ: مَا أَنَا إِلاَّ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. (رواه البخاري: كتاب فضائل الصحابة باب 4 وفتح البارى 7/20)

“Aku bertanya kepada bapakku, “Siapakah manusia yang terbaik setelah Rasulullah? Ia menjawab, “Abu Bakar.” Aku bertanya (lagi), “Kemudian siapa?” Ia menjawab, “Umar.” Dan aku khwatir ia akan berkata Utsman, maka aku mengatakan, “Kemudian engkau?” Beliau menjawab, “Tidaklah aku kecuali seorang dari kalangan muslimin.” (HR. Bukhari, kitab Fadlailus Shahabah, bab 4)

Dalam riwayat lain Imam Ali as. dinukil mengancam untuk mencambuk orang yang mengutamakan dirinya di atas Abu Bakar dan Umar dengan cambukan seorang pendusta.

لاَ أُوْتِيَ بِأَحَدٍ يُفَضِّلُنِيْ عَلَى أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ إِلاَّ جَلَّدْتُهُ حَدَّ الْمُفْتَرِيْنَ.

“Tidak didatangkan kepadaku seseorang yang mengutamakan aku di atas Abu Bakar dan Umar, kecuali akan aku cambuk dengan cambukan seorang pendusta.”[7]

Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas ra. menceritakan ucapan Imam Ali bin Abi Thalib as. sebagai berikut:

إِني لَوَاقِفٌ فِي قَوْمٍ نَدْعُو اللهَ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَقَدْ وُضِعَ عَلَى سَرِيْرِهِ، إِذَا رَجُلٌ مِنْ خَلْفِي قَدْ وَضَعَ مِرْفَقَيْهِ عَلَى مَنْكِبِي يَقُوْلُ: رَحِمَكَ اللهَ إِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَ صَاحِبَيْكَ ِلأَنِيْ كَثِيْرًا مَا كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُوْلَ اللهِ ? يَقُوْلُ: كُنْتُ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَفَعَلْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَانْطَلَقْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، فَإِنْ كُنْتُ َلأَرْجُو أَنْ يَجْعَلَكَ اللهُ مَعَهُمَا، فَالْتَفَتُّ فَإِذَا هُوَ عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ. (رواه البخاري في فضائل الصحابة، باب من فضائل عمر)

“Sungguh aku berdiri di kerumunan orang yang sedang mendoakan Umar ibn al Khaththab ketika telah diletakkan di atas pembaringannya. Tiba-tiba seseorang dari belakangku yang meletakkan kedua sikunya di kedua pundakku berkata, ‘Semoga Allah merahmatimu dan aku berharap agar Allah menggabungkan engkau bersama dua shahabatmu (Yakni Rasulullah dan Abu Bakar) karena aku sering mendengar Rasulullah bersabda, ‘Waktu itu aku bersama Abu Bakar dan Umar…’ ‘aku telah mengerjakan bersama Abu Bakar dan Umar…’, ‘aku pergi dengan Abu Bakar dan Umar…’. Maka sungguh aku berharap semoga Allah menggabungkan engkau dengan keduanya. Maka aku menengok ke belakangku ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. Hadis-hadis dari Ali ibn Abi Thalib.’”

Entah apa alasan dan motivasinya, sehingga mendadak tumbuh semangat ganjil dari sebagian pihak untuk mengusung ucapan Imam Ali as. sebagai hujjah dan senjata ampuh untuk mendukung pandangan mereka yang mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar lebih afdhal dan utama atas Imam Ali as. sendiri. Sementara itu semengat serupa atau dengan kualitas yang lebih rendah sekalipun tidak tampak dari mereka dalam menjadikan Ali as. Sebagai rujukan dan panutan dalam urusan agama!

Tetapi terlepas dari itu semua, pembaca dapat meraba adanya ukiran palsu pada riwayat-riwayat seperti itu atas nama Imam Ali as. Coba pembaca renungkan ucapan palsu yang dinisbatkan kepada Imam Ali as. bahwa beliau akan mencambuk orang yang mengutamakan dirinya atas Abu Bakar dan Umar dengan cambukan seorang pembohong/pendusta! Ketika dikomfirmasi sumber hadis di atas, ternyata ustadz as Sewed menyebut Majmû Fatâwa-nya Ibnu Taimiyah! Lagi-lagi Majmû Fatâwa yang merangkum fatwa-fatwa musuh bebuyan Syi’ah untuk menghujat Syi’ah. Itu aneh kan?! Selain itu, di mana letak kebohongan dan dusta orang yang mengutamakan Ali di atas Abu Bakar dan Umar itu?! Anggap benar doqma Ahlusunnah dan Wahabi bahwa Ali tidak lebih afdhal dari keduanya, tetapi apa itu beratrti dusta, ia hanya salah dalam berpendapat?! Bukankah masalah ini sifatnya ijtihadiyah, dan dasarnya bukan nash qath’i tetapi sesuatu lain seperti akan- disebtu nanti.

Lalu mengapa mereka yang membawa-bawa nama Imam Ali as. tidak menyadari akan hal ini? Apakah mereka hendak menuduh Imam Ali as. sebagai seorang yang bodoh dan “ngawur” dalam menetapkan sangsi hukum? Seperti kebiasaan Syeikhul Islam-nya kaum Wahabi yang tidak segan-segan menuduh Imam Ali as. sering berlaku ngawur?! Sedangkan hadis kedua yang dikutip dari riwayat Bukhari dari Imam Ali as. adalah riwayat yang patut mengundang kecurigaan, sebab:

Pertama, hadis itu mengambarkan seakan Imam Ali as. adalah seorang asing atau orang yang sama sekali tidak dikenal atau tidak diperhitungkan oleh kaum Muslimin di Madinah saat itu; saat-saat menjelang dikebumikannya Khalifah Umar ibn al Khaththab… Jenazah Umar sudah diletakkan di atas keranda, lalu Ali menerobos barisan para pelayat… tidak seorangpun menggubrisnya… tiba-tiba Ali meletakkan kedua sikunya di atas pundak Ibnu Abbas untuk menyaksikan jenazah Umar… Subhanallah… alangkah asingnya Ima Ali di tengah-tengah kerumunan jama’ah kaum Muslimin yang sedang melayat Khalifah mereka?! Seakan beliau sebagai rakyat jelata di antara kaum Muslimin?! Demikinkah kalian menggambarkan hubungan Imam Ali dengan Khalifah kalian?!

Kedua, hadis ini dari sisi sanad bermasalah… ia dari riwayat al Walîd ibn Shaleh adh Dhabbi al Jazari an Nakhâs… Imam Ahmad tidak sudi menulis hadis darinya, sebab ia pendukung aliran ra’yu dan Imam Ahmad pernah menyaksikannya shalat, ternyata tidak becus shalatnya dalam pandangan Ahmad! Ibnu Hajar yang terpaksa mengungkap data rahasia ini tidak mampu mengelaknya, ia hanya mengatakan bahwa Bukhari hanya sekali ini saja meriwayatkan hadis darinya(!?) dan kata Ibnu Hajar, pada dasarnya, Bukhari sendiri tidak berhujjah dengannya, fa dzahara anna al Bukhari lam yahtajja bihi, maka tampaklah bahwa Bukhari sendiri tidak berhujjah dengannya.[8]

Ketiga, redaksi yang digunakan dalam riwayat adalah menyalahi kaidah bahasa Arab yang baku… (saya tidak ingin mengungkapnya di sini, sebab ia secara tekhnis adalah sajian untuk kaum santri), dan Ibnu Hajar sendiri mengakuinya… kerenanya ia membela Bukhari dengan mengatakan, “kan tidak semua redaksi hadis di atas dari jalur lain seperti ini juga, ia dengan radaksi yang benar.”[9] Dan sepertinya si pemalsu lupa memaksukkan tambahan setelah kalimat, “…aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar” dan aku nanti juga dikuburkan bersama Abu Bakar dan Umar, dan kelak di surga juga sederajat dengan Abu Bakar dan Umar, dan dan …agar sekalian lengkap episode pemalsuannya, sehingga tidak perlu ada kata-kata di akhir episode ini (BERSAMBUNG).

Jika demikian adanya, adalah hal menggelikan kesimpulan ustadz as Sewed yang mengatakan, “Hadist-hadits dari Ali bin Abi Thalib ini merupakan sebesar-besar dalil yang membuktikan kedustaan kaum Syi’ah Rafidhah yang mengutamakan Ali di atas Abu Bakar dan Umar ra.”Bukti apa wahai ustadz yang kamu maksud? Apa hadis-hadis palsu yang tidak jelas maknanya itu yang kamu maksud? Mâ lakum Lâ ta’qilûn?! Afalâ Tatafakkarûn?!

· Tentang Hadis Nabi saw.

Selain itu, mereka juga mengandalkan hadis sabda Nabi saw. dari riwayat dari ‘Amr bin ‘Ash, seperti berikut ini:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَهُ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السَّلاَسِلِ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ قُلْتُ مِنَ الرِّجَالِ قَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ عُمَرُ فَعَدَّ رِجَالاً.

“Bahwasanya Rasulullah saw. telah mengutus pasukan dalam perang Dzatus Salâsil. Maka aku mendatanginya, dan bertanya kepadanya, “Siapakah orang yang paling engkau cintai?” Beliau saw. menjawab, “Aisyah.” Aku berkata, “Dari kalangan laki-laki wahai Rasulllah?” Beliau menjawab, “Ayahnya.” Aku berkata, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Umar.” Kemudian beliau menyebutkan beberapa orang.” (HR. Bukhari dalam Fadhailil A’mal dan Muslim dalam Fadhailus Shahabah,4/1856 no. 2384)

Adapun tentang hadis yang mereka atas-namakan Nabi suci saw. adalah tidak dapat diajukan sebagai bukti di sini, sebab:

Pertama, Itu hanya riwayat Ahlusunnah sendiri. Sementara itu perbedaan dalam masalah ini adalah antara Syi’ah dan Ahlusunah, atau setidaknya melibatkan Syi’ah, sehingga hadis-hadis riwayat Ahlusunnah tidak cukup untuk diangkat sebagai dalil!

Kedua, Hadis pertama dari riwayat Amr ibn al ‘Ash, si penabur fitnah dan penasehat Mu’awiyah dalam merancang perang Shiffin… ‘Amr ibn al ‘Ash adalah musuh bebuyutan Imam Ali as., setelah sebelumnya getol memusuhi Nabi saw. dan sebagaimana disabdakan dalam hadis shahih bahwa barang siapa membenci Ali maka ia adalah seorang munafik.

Dan dari sisi lain hadis itu disinyalir terputus mata rantai sanadnya, hal mana merusak kualitas hadis sahih yang mensyaratkan bersambungnya sanad, sebab Abu Utsman tidak mendengar dari ‘Amr ibn al ‘Âsh. Demikian dipastikan al Ismaili, sebagai dikutip Ibnu Hajar dalam Fathu al Bâri-nya.[10] Jadi sudikan kita menerima konsep agama kita dari seorang munafik?

Ketiga, Selain itu hadis tersebut kisah penyampaian ucapan (yang dinisbatkan kepada Nabi saw.) adalah seusai perang Dzatus Salâsil, dimana Nabi saw. menunjuk ‘Amr ibn al ‘Âsh sebagai pimpinan dan panglima pasukan dalam peperangan itu yang membawai sahabat-sahabat besar, tidak terkecuali Abu bakar dan Umar,[11] hal mana semua pasti menyimpulkan bahwa penunjukkan itu meniscayakan adanya keunggulan pada sisi ‘Amr yang tidak dimiliki Abu bakar dan Umar[12]… dan itu artinya ‘Amr menyandang keutamaan yang tidak disandang Abu bakar dan Umar… oleh sebab itu kuat kemungkinan perlu dilangsirkan edisi sabda yang menandingi bahkan mengusir anggapan seperti itu dari benak setiap yang membacanya… untuk itu edisi ini diluncurkan… dan untuk mempertegasnya dinisbatkannya hadis kepada ‘Amr –sang panglima yang membawahi Abu Bakar dan Umar-.

Keempat, Hadis ‘Amr itu bertentangngan dengan hadis-hadis sahih yang sangat banyak jumlahnya yang menegaskan bahwa Ali as. adalah sahabat paling dicintai Nabi saw. Ibnu Hajar menyebutkan sebuah hadis dari Aisyah yang mengakui bahwa Ali lebih dicintai Nabi ketimbang Abu Bakar, ayahnya sendiri. Hadis itu diakui kesahihannya oleh Ibnu Hajar. Ibnu Hajar berkata, “Ahmad, Abu Daud dan an Nasa’i meriwayatkan, dan ia mensahihkannya dengan sanad dari Nu’man ibn Basyir, ia berkata, ‘Abu Bakar meminta izin masuk ke rumah Nabi saw., lalu ia mendengar suara keras Aisyah, ia sedang mengangkat suaranya seraya berkata:

لَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّ علِيًّا أَحَبُّ إليكَ مِنْ أبي

“Aku benar-benar telah tahu bahwa Ali lebih engkau cintai ketimbang ayahku.”[13]

Hadis ini memiliki nilai penting sebab ia adalah ucapan Aisyah sendiri, yang dalam hadis ‘Amr dikatakan sebagai yang paling dicintai Nabi saw., dan Nabi-pun men-taqirir/membenarkannya dan tidak meyalahkan Aisyah dengan mengatakan misalnya, ‘tidak benar ucapanmu bahwa Ali lebih aku cintai, tetapi engkau dan ayahmu-lah yang paling aku cintai’! Jadi tidaklah beralasan pengunggulan hadis ‘Amr atas hadis Aisyah dengan mengatakan bahwa hadis ‘Amr memuat ucapan Nabi sa. Sementara hadis Aisyah hanya memuat taqrîr beliau saja! Sebab pada hadis Aisyah terdapat banyak pendukung eksternal dan internal.

Pendukung eksternal seperti:

(1) Perawinya yaitu Aisyah lebih utama di banding ‘Amr,

(2) Perawinya adalah yang terkait langsung dengan masalah yang dibicarakan, sedang dalam hadis ‘Amr ia tidak termasuk yang dinominasikan dalam pengunggulan.

(3) Pada riwayat ‘Amr, periwayatnya adalah musuh bebuyutan Imam Ali as. sehingga sangat mungkin kedengkian dan permusuhan itu mendorongnya membuat-buat hadis atas nama Nabi saw., sementara Aisyah bukan seorang yang patut dicurigai mendukung dan membela Ali as. sehingga kecintaannya itu dikhawatirkan mendorongnya memalsu-malsu ucapan demikian.

(4) Hadis ’Amr dan hadis-hadis lain yang semakna hanya diriwayatkan Ahlusunnah, tanpa Syi’ah, sementara hadis keunggulan Imam Ali dan bahwa beliau adalah sahabat paling dicintai Nabi saw. telah disepakati diriwayatkan oleh kedua belah pihak; Sunni dan Syi’ah.

Bukti lain! Telah diriwayatkan dengan berbagai jalur periwayatan (sanad) bahwa Nabi saw. diberi hadiah seekor burung panggang, lalu beliau bersabda memohon kepada Allah SWT:

اللَّهُمَّ إئْتِنِي بِأَحَبِّ خَلْقِكَ إلَيْكَ يَأْكُلُ مَعِيْ هَذَا الطَيْرَ.

“Ya Allah datangkan kepadaku makhluk-Mu yang paling Engkau cintai agar makan bersamaku burung ini.”[14]

Lalu Ali datang dan Anas pun menolaknya dengan alasan bahwa Nabi saw. sedang sibuk tidak dapat menerima kehadiran siapapun, sementara itu Nabi saw. menantikan kedatangan Ali as. untuk makan bersama beliau hidangan tesebut, hinga ketiga kalinya, Ali meminta izin dan Nabi pun mendengar suara Ali, kemudian mempersilahkannya masuk dan menanyakan keterlambatannya. Ali berkata bahwa ia telah datang namun Anas menolaknya dengan alasan bahwa Anda sibuk. Nabi saw. menegur Anas atas ulahnya, setelahnya Ali makan bersama beliau hidangan tersebut.[15]

Dari hadis ini terlihat jelas bahwa Nabi saw. hendak menegaskan bahwa Ali as. adalah hamba yang paling dicintai Allah SWT.

Dan karenanya para ulama’ Ahlusunnah kebingungan menghadapi hadis ini, sebab ia dengan tegas mengatakan bahwa Ali adalah hamba paling dicintai Allah, dan itu artinya beliau lebih mulia dari Abu Bakar ash Shiddiq dan yang demikian itu bertentangan dengan keyakinan mereka! Maka sebagian dari mereka mengambil jalan pintas dengan menganggapnya hadis palsu, dengan demikian semuanya beres!

· Benang Merah Masalah Tafdhîl

Adalah hal tidak berdasar ketika ada yang mengklaim bahwa masalah pengutamaan Abu Bakar dan Umar di atas Imam Ali as. adalah prinsip yang telah di-ijma’-kan sejak masa para sahabat Nabi mulia saw. dan ijma’ itu didasarkan pada nash-nash pasti tentangnya! Sebab dengan merunut benang kusut dalam masalah ini akan terlihat jelas:

Pertama, bahwa masalah ini adalah bersifat ijtihadiyah.

Kedua, dasar pengutamaan itu adalah dilihat dari sisi bahwa mereka itu berkuasa menjadi Khalifah secara berurutan; Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman kemudian Ali, maka dari itu keunggulan mereka pun harus diurutkan persis seperti urutan kekhalifahan mereka! Ibnu Hajar menjelaskan dasar pengambilan keputusan itu oleh para ulama Ahlusunnah, setelah menyebutkan perbedaan dalam masalah itu, ia berkata:

فالْمسألَةُ إجتهادِيةٌ، و مُستَنَدُها أنَّ هؤلآءِ الأربعةُ أختارَهُمُ اللهُ تعالى لِخلافَةِ نبِيِّهِ و إقامَةُ دينِهِ، فَمَنزلَتُهُم عندَهُ بِحسَبِ ترتيبِهِمْ في الخلافَةِ، و الله أعلم.

Masalah ini bersifat ijtihadiyah, dan sandarannya adalah kerena mereka berempat telah dipilih Allah untuk kekhalifahan mengganti Nabi-Nya dan menegakan agama-Nya, maka kedudukan mereka di sisi-Nya sesuai dengan urutan kekhalifahan mereka. Allah a’lam.[16]

Terlepas dari banyaknya klaim dalam ucapan Ibnu Hajar di atas yang sulit ia buktian kebenarannya, seperti:

A) bahwa Allah telah memilih mereka untuk jabatan kekhalifahan(?), apa maksud kata-kata beliau itu? Apa dasarnya, apa sekedar secara defakto mereka memerintah maka dengan serta merta kita berhak mengatakan bahwa Allah telah memilih mereka?! Lalu mengapa kita tidak mengatakan juga bahwa Allah telah memilih Mu’awiyah, Yazid sebagai Khalifah Nabi saw.? bukankah mereka juga telah mengenakan baju kakhalifahan seperti juga Abu Bakar dan Umar mengenakannya!

B) Kesimpulan loncat yang tidak ketemu tautan logikanya dengan mengatakan, “maka kedudukan mereka di sisi-Nya sesuai dengan urutan kekhalifahan mereka” kesimpulan ini ditegakan di atas dasar bahwa Allah telah memilih mereka untuk kehkilafahan(?) yang mustahil dapat ia buktikan.

C) Apa kaitannya antara urutan kekhalifahan dengan urutan keutamaan? Bukankah mereka (kecuali Ibnu Taimiyah dan mereka yang mengikutinya) meyakini prinsip bahwa boleh jadi ada seorang yang lebih afdhal dari Khalifah yang berkuasa?, lalu kalau demikian, mengapa harus memaksa bahwa urutan keutamannya sesuai dengan urutan kekhalifahannya?. Kesimpulan itu adalah sebuah sabotase, mughalathah, dan kesimpulan yang lebih umum/luas dari klaimnya, dalam istilah logika disebut an Natîjah A’ammu min al Mudda’â. Ijmâ’ Baru Terbentuk Belakangan! Selain itu semua, Ibnu Hajar (seorang tokoh terkemuka Ahlusunnah, bukan Wahabi) telah mengakui bahwa klaim adanya ijmâ’ dalam masalah tafdhîl sejak masa para sahabat adalah tidak berdasar, ia hanyan isapan jempol para ulama yang tidak memiliki ketelian dalam mengkaji masalah ini. Setelah menyebutkan berbedaan pendapat dalam masalah ini, Ibnu Hajar berkata:

إِنَّ الإجماعَ إنْعَقَدَ بِآخِرَةٍ بَيْنَ أهْلِ السنةِ أنَّ تَرْتِيْبَهُمْ في الفضْلِ كَترتيبِهِمْ في الخلافَةِ، رضي الله عنهُم أجمعين.

“Ijmâ’ terbentuk belakangan di antara Ahlusunnah bahwa urutan keutamaan mereka sesuai dengan urutan mereka dalam Khilafah, semoga Allah meridhai mereka.”[17]


[1]Tarikh al Madzâhib al Islamiyah; Abu Zuhrah: 33.

[2] Tadzkiratul Khawâsh:58.

[3] Shahih Bukhari: kitabul Maghazi, bab Ghazwah Khandaq, 5/140-141, hadis no.4108. (lihat Fath al Bâri, syarah Shahih Bukhari,15/287). Dan sebagian ulama’ memahami bahwa peristiwa ini terjadi setelah kegagalan tim tahkim.

[4] Shahih Bukhari, Kitabul Fitan, bab Idza Qala Inda Qaumin…( Lihat Fath al-Bari:27/79-82, hadis no.7111).

[5] Al-Hurrah tempat terjadinya pertempuran antara penduduk kota suci Madinah dengan pasukan Yazid, yang setelah kekalahan mereka, pasukan Yazid dibebaskan berbuat apa saja termasuk merampok harta, memperkosa putri-putri sahabat Nabi dan membunuh orang-orang sipil kota Madinah yang tidak berdosa. Sehingga diriwayatkan ratusan kaum lelaki dan wanita menjadi korban pembantaian berdarah dingin, sehingga tidak tersisa lagi sahabat Nabi saw. dan yang paling menyedihkan ialah banyak putri-putri sahabat yang diperkosa pasukan biadab atas seizin Yazid tersebut hamil, sampai-sampai ayah-ayah mereka ketika kemudian hari menikahkan putri-putri mereka tidak berani menjamin keperawanan gadis-gadis mereka.

[6] Shahih Muslim dengan syarah An-Nawawi, 12/240

[7] Majmu’ Fatawa; Ibnu Taymiah,4/422 lihat juga Imamatul ‘Udhma:313.

[8] Fathu al Bâri14/178, pada syarah hadis no.3677.

[9] Fathu al Bâri14/179.

[10] Fathu al Bâri,16/195-196. Walaupun kemudian Ibnu Hajar menyimpulkan dengan tanpa dasar pasti adanya kebersambungan itu.

[11] Fathu al Bâri,16/196 dan Sirah an Nabawiyah (dicetak di pinggir as Sirah al Halabiyah),2/231-232. Bahkan di sana sebutkan bahwa dalam peperangan itu tanpa ketidak mengertian Umar akan taktik peparangan yang aling m,endasar sekalipun.

[12] Seperti yang juga disimpulkan ‘Amr sendiri. (baca Fathu al Bâri,16/196, bab Ghazwah Dzâtis Salâsil.

[13] Fathu al Bâri14/158-159.

[14] Sunan at Turmudzi dengan syarah Al Mubarakfuuri, 10/240-241, bab 95, hadis 3820 dan ia berkata, ”Ini adalah hadis hasan.” Al Bidayah wa An Nihayah,7/357 dan ia menggolongkannya hadis hasan. Dan At Taaj Al Jami’ Lil Ushul,3/334.

[15] Hadis riwayat At Turmudzi,10/223, bab87, hadis 3805. dan Khashaiâsh: 25, hadis 12 dengan tambahan: maka Abu Bakar datang, Nabi menolakknya masuk, Umar datang Nabipun menolaknya lalu datanglah Ali maka Nabi mengizinkannya. Dan dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Anas ibn Malik pembantu rumah tangga Nabi saw. berusaha menghalang-halangi Imam Ali as. untuk masuk menemui Nabi saw. dan ketika ditegur ia beralasan bahwa ia ingin kalau yang mendapatkan kemuliaan itu adalah seorang dari anggota sukunya. Dan sejarah mencatat bahwa di masa kekhilafahan Imam Ali as. ketika beliau berpidato dan meminta kesaksian dari para sabahat bahwa Nabi saw. pernah bersabda mengangkat Imam Ali di Ghadir Khum, lalu bangunlah beberapa orang sabahat yang bersaksi bahwa mereka mendengar Nabi bersabda demikian kecuali Anas dan beberapa sahabat lain enggan bersaksi dengan alasan berpura-pura lupa. Imam Ali mendo’akan mereka yang berpura-pura lupa agar tertimpa bala’ yang memalukan dan Anas terkena belang yang tidak dapat ia tutup-tutupi dengan kain serban sekalipun. Dan Anas mengakui bahwa belang itu adalah karena do’a Imam Ali as.

[16] Fathu al Bâri,14/170.

[17] Fathu al Bâri,14/169.


30 Responses to “Ibnu Taymiyah Berbohong Atas Nama Sahabat dalam Mengutamakan Abu Bakar & Umar atas Imam Ali as. (4)”

  1. dalam hemat kami yang awam ini, biarkan saja mementukan siapa yahg lebih afdhal itu kepada Allah dan rasulnya, dalam arti kembalikan kepada ayat-ayat Qur’an dan sunnah Nabi yang berbicara seputar keistimewaan masing-masing apakah Sayyinida Abu Bakar ra atau Sayyidina Ali ra.
    Selain itu perlu diketahui juga apa yang menjadoi milak, tolok ukur penentu status keutamaan dan keunggulan itu? Kami yakin bahwa penentunya adalah banyak poin pahala yang yang dikumpulkan oleh masing-masing yang sedang diperselisihkan keunggulannya itu? Bukanbkan demikian?! Dan banyak sedikitnya pahala itu ditentukan oleh banyak sedikitnya amal dan yang paling penting adalah ditentukan oleh kualitas amal shaleh yang diamalkan.
    Dari sini coba kita lakukan (tentunya bukan dengan tujuan negatif) sebuah perbandingan antara kedua tokoh sahabat Nabi tersebut; Abu Bakar dan Ali dalam hal menyangkut sabda-sabda Nabi saw. seputar keutamaan dan kleistimewaan keduanya, tentang amal-amal shaleh dan jasa-jasa keduanya untuk Islam dan mashlahatul Muslimin.
    Selain itu, jangan lupa bahwa Islam juga menjadikan ilmu sebagai penentu keunggulan dan kemulian seseorang (tentunya selain ketaqwaan) Jadi dalam hemat saya, coba kita lakukan penilaian dan uji kualitas dengan mengedepankan dalil-dalil seputar hal-hal di atas. Tentunya dengan tidak menghina siapapun dalam memberikan penilaian. KIta usahakan murni karena ingin tau siapa yang lebih unggul agar dipergunakan untuk tujuan-tujuan damai dan keilmuan murni.

  2. To: Bakrain

    Keutamaan Imam Ali jelas di atas Abu Bakar… Saya setuju pendapat anda biarkan AQ yang menjadi hakim antara keduanya. Sebagai contoh benchmarking AQ antara Imam Ali dan Abu Bakar dalam kondisi hijrah.

    1.) Imam Ali… Ketika hijrah menggantikan posisi Nabi AQ mengatakan, “Diantara manusia ada yang menjual dirinya untuk keridhaan Allah…”
    2.) Abu Bakar… Ketika ketakutan dalam gua Tsur digrebek pengejar Nabi AQ mengatakan agar Nabi meninabobokan “Jangan takut, jangan gundah, Allah bersama kita…”

    Jelas kondisi 1 bertolak belakang 190 derajat dengan kondisi kedua… Antara keberanian dan ketakutan…

  3. assalamualaikum….
    wah..wah…semakin menarik aja nih..tapi maaf saya yang awam ini ingin urun rembug.
    1. Antum telah melakukan kritik hadist terhadap shahih bukhori. namun tidak jelas apakah itu kritik sanad atau kritik matan.
    2. saya setuju, bahwa hadist shahih bisa saja mulgho’. kalo ia tidak bisa di taufiq kan ( dikompromikan ) atau di tarjih ataupun tidak diketahui nasikh mansukhnya. tapi menurut saya ( ini menurut saya ) hadits2 yang menceritakan tentang keutamaan sahabat sangat banyak, yang kesemuanya bisa di kompromikan shg diperoleh suatu keputusan baku sebagaimana yg dirumuskan oleh para pembesar ahlu sunnah. bahwa sahabat yang termulia itu Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali RA. jadi saya harap kita jgn gegabah mengatan Imam Bukhori salah dalam meriwayatkan Hadits.
    3. Di dalam kitab2 Jarh wa Ta’dil di terangkan bahwa ulama ahli hadits sepakat menerima riwayat seluruh sahabat Nabi. karena mereka semua adalah orang2 pilihan yang sudah teruji iman dan ‘adalahnya shg tidak perlu lagi dikritik perilakunya ( artinya Jarh wa Ta’dil tdk berlaku untuk sahabat Nabi )
    4. Di atas saya baca, antum terlalu menggebu2 untuk menyerang Ibnu Umar dan Amr Bin Ash. bahkan dengan sedikit kasar antum mengatakan mereka sebagai sang penabur fitnah. Naudzubillah. wlaupun dalam masalah politik mereka berbeda dg Imam Ali namun mereka tetaplah sahabat2 utama Nabi. Al Qur’an telah menggaransikan itu semua. saya yakin antum tau. dan saya yakin antum tidak berniat sedikitpun melecehkan mereka. Imam Ali sendiri tidak pernah menganggap mereka sebagai musuhnya . bahkan beliau mau mensholati prajurit2 Muawwiyah yang gugur di medan laga.
    5. apa maksud antum mengatakan”(3) Pada riwayat ‘Amr, periwayatnya adalah musuh bebuyutan Imam Ali as. sehingga sangat mungkin kedengkian dan permusuhan itu mendorongnya membuat-buat hadis atas nama Nabi saw.” apakah antum mengira bahwa sahabat Amr bin Ash itu pendusta atau tertuduh dusta ???? kalo memang kenyataannya seperti itu berarti semua hadis yang diriwayatkan oleh Amr Bin Ash tidak boleh dijadikan sebagai Hujjah. karena hadisnya pasti dibilang palsu atau minimal matruk sebab diriwayatkan oleh oleh seorang pendusta atau orang yang tertuduh dusta dlm meriwayatkan hadis. ini berarti antum telah menyalahi konsensus ulama ahli hadis di kalangan ahlu sunnah.
    sekali lagi bagi saya yang bodoh ini…hadis2 yang antum kemukakan di atas itu tdak ta’arudh satu sama lain. bahkan saling menguatkan dan saling melengkapi informasinya.
    BTW….saya salut sama antum …teruskan kajian2 ini, namun tetap santun.
    wassalamualaikum

    _______________
    -Kami Menjawab-

    A) Kami fokuskan kritik hadis itu pada matan, walaupun boleh jadi sanadnya juga bermasalah… Tapi kami belum mentahqiqnya.

    B) Kritik atas Shahih Bukhari bukan langkah baru tetapi sudah dilakukan para ulama dan ahli hadis sejak awal diterbitkannya kitab Shahih tersebut! Jadi tidak mustahil kalau Imam Bukhari salah. Usaha kompromi yang dilakukan ulama Ahlusunnah perlu dipertanyakan validitasnya!

    C) Masalah keadilan seluruh sahabat adalah masalah klasik yang telah lama diperdepatkan para ulama…. Dalil-dalil yang diajukan untuk mendukung konsep keadilan seluruh sahabat sulit dipertahankan…. Garansi itu perlu dibuktikan secara ilmiah, baru dipastikan kebenarannya.

    D) Atas dasar keyakinan kami bahwa siapa saja dari sahabat bisa salah dan menyimpang, maka kami menyoroti sikap tidak sehat Ibnu Umar (RA)…

    E) Anda perlu buktikan anggapan-anggapan Anda bahwa:

    1) Amr ibn Ash bukan musuh Imam Ali (RA).
    2) Dia bukan penebar fitnah yang menyebabkan puluhan ribu menjadi korbannya.
    3) Imam Ali menshalati prajurit Muawiyah yang mati dalam peperangan melawan Imam Ali (RA).
    4) Buktikan bahwa keyakinan seperti itu telah dikonsiskan ulama ahli hadis dari Ahlusunnah.

    Wassalam.

  4. Mengapa sebagian besar umat islam menjadikan imam yang empat (imam ahlusunnah wal jamaah) sebagai imam-imam mereka, sementara sejarah mencatat bahwa semasa hidup imam yang empat, masih banyak ulama-ulama yang lebih berilmu dari mereka berempat, semisal sufyan atsauri, jafar as sadiq, dll. Bahkan imam hanafi dan imam maliki sempat belajar kepada imam jafar as sadiq.
    Bukankah tidak ada nas baik Al Quran maupun hadis yang mewajibkan mengikuti mazhab yang empat. Bukankah Rasulullah telah bersabda bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan, dan semuanya akan masuk neraka , kecuali satu golongan. Lalu siapakah golongan yang satu itu?
    inilah petunjuknya :
    ‘”Perumpamaan Ahlul baitku bagaikan bahtera nabi Nuh, barangsiapa yang menaikinya akan selamat dan barangsiapa yang meninggalkannya akan tenggelam dan sesat”"(al hadist)
    “” Aku tinggalkan dua perkara berat yang apabila kamu berpegang kepada kedua-duanya maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, yakni Kitabullah dan Itrah Ahlul baitku”" {hadis)
    Lihatlah perbedaan yang terjadi di mazhab yang empat, imam yang satu menghalalkan sementara imam yang lain mengharamkan, imam yang satu menganjurkan sementara imam yang lain melarangnya, imam yang satu mesunahkan sementara imam yang lain mememakhruhkannya.
    Perbedaan ini menunjukan bahwa tidak satupun diantara imam yang 4 tersebut yang sepenuhnya menguasai ilmu Allah yang telah diajarkan-Nya kepada Rasulullah. Lalu siapakah yang betul2 menguasai ilmu Allah setelah wafatnya Rasulullah? Beliau adalah Ali bin abi thalib yang merupakan ahlul bait nabi.
    sebagaimana hadis nabi : “” Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya”"
    dan juga kata Ali bin abi thalib sendiri yang mengatakan : “” Beliau(Rasulullah) telah mengajariku seribu bab ilmu, sementara setiap babnya menjelaskan seribu cabang ilmu yang lain”"

    Salam

  5. kamu ini anti wahabi apa syiah????
    argumennya persis sama dengan orang syiah shg siapa saja yang mengutamakan selain imam ali ra akan dikatakan bohong, tdk terkecuali ibn taimiyah

  6. memang dia itu syiah. kalau nggak syiah sih IJABI. Ikatan Jamaah Ahlu Bait.

    SYiah (mazhab Khomaini) = Kafir

    Kami Menjawab:

    wahai saudara nn wahai saudara benthaleb…. mengapa tidak kalian bantah aja tulisan kami di atas…. apa kesulitan cari dalil….
    Dari pada bicara tak terarah dan bikin malu lebih baik diam.

  7. mas, terbuka saja. Jangan berkamuflae\se gitu. Yang jantan. katakan syiah. jangan sok ahlussunnah….
    kalau terbuka saja nggak berani gimana mau dikatakan kebenaran..????

    ________________
    Kami menjawab:

    Ini juga, ributnya cuma masalah mazhabnya orang…. bantah aja kalau bisa… jangan setiap ketemu orang berakal dan berdalil kuat kamu tuduh Syi’ah!!! Memangnya kamu tidak pernah ketemu orang berakal selain Syi’ah?!

    Jangan kaget bung kalau ketemu orang Ahlusunnah wal jama’ah yang jitu pandanagnnya….
    tapi kami tidak menyalahkan sih kalau kamu kaget sebab memang jarang ketemu orang berakal di kalangan Wahhabi-wahhabi Arab atau yang muwallad (peranakan Arab).

  8. Salam ‘alaykum.
    Pak Zainal Abidin, saya ingin mengetahui kesalahan kaidah bhs. Arab dalam redaksi hadis Bukhori yg memuat riwayat ucapan Imam Ali sewaktu wafatnya Umar. Mohon ulasan mengenai kesalahan redaksi tsb.
    Pada paragraf tsb., Bapak mengakhirinya dengan kata “(BERSAMBUNG).” Berarti masih ada sambungan kajiannya ya. Mohon dilanjutkan, Pak.
    Syukron & Salam ‘alaykum.

    Ibn Jakfari:

    Saya sudah katakan bahwa hal itu khusus buat para santri yang mendalami kaidah bahasa Arab (Nahw) tapi saudara tetap bersemangat ingin tau…. maka coba nanti tanyakan apakah redaksi seperti di bawah ini benar dalam kaidah bahasa Arab?
    كُنْتُ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَفَعَلْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ، وَانْطَلَقْتُ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ،
    Tolongn tanyakan langsung ke ustadz-ustadz anda biuar dijelaskan…. Jangan lupa ya bahwa Ibnu Hajar sudah mengakui kesalahan itu!

  9. huahahahahahaha…. (ini yg akan dilakukan oleh orang2 yg membenci Islam… makanya mereka membuat fitnah dan melecehkan Islam), karena mereka mengambil dalil2 dari shohih bukhari, contohnya :
    - Nabi suka sama anak kecil (krn menikah dg Aisyah yg berusia 9 th)-dibuat boneka Teddy Bear bernama Muhammad
    - Nabi sex maniak (krn menggilir 9 isterinya dalam satu hari) Salman Rusdi dll.dsb.dstnya.
    belum lagi film Fitna, karikatur….

    Ya Allah ampunilah orang2 yang belum mengetahui, tetapi mereka mau belajar dan menggali ilmu yang telah Engkau berikan kepada kami yaitu Al Qur’an dan hamba2 yang telah diwariskan Al Qur’an itu dari Mu… semua ada dalam Al Qur’an…
    dan Engkau tunjukan kepada siapa kita harus mempelajari Al Qur’an ini, yang berhak memelihara dan mentafsirkan / menta’wilkan…
    dan ampunilah aku atas ketidak tahuan aku… dan dosa2ku…

  10. Assalamu’alaikum Wr.Wb.
    saya mohon izin kepada blog ini untuk mencopy artikel ini akan insya Allah akan diperbanyak supaya kaum muslimin tahu siapa itu Ibnu Taymiah.
    terima kasih

    Kami menjawab:

    Tafadhdhal. Boleh-boleh aja demi dakwah islamiyah.

  11. Syiah tidaklah kafir saudaraku. Syiah hanya mengikuti Ahlulbait Nabi yang Allah telah mensucikan mereka dan juga mengikuti sahabat Nabi yang terpercaya. Karena hanya Ahlulbait Nabi saja yang betul-betul mewarisi ilmu Nabi. Sebagai mana sabda Rasulullah : ” Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintunya, barangsiapa yang ingin mengambilnya, maka ambillah melalui Ali” dan “Alquran bersama Ali, Ali bersama Alquran” jadi barangsiapa yang memerangi Ali sama saja memerangi Alquran.

    Syiah juga bukan berasal dari seorang Yahudi bernama Abdullah bi Saba, karena apabila demikian, Iran dan Hizbullah tidak mungkin memerangi Israel. Apaka anak akan membunuh sendiri? bahkan diantara negara2 islam hanya Iranlah yang berani akan membinasakan Israel.

    Syiah juga tidak melaknat sahabat Nabi. Yang benar adalah Syiah melaknat sebagian sahabat Nabi yang Allah dan RasulNya melaknatnya dan Syiah juga memuji sebagian sahabat Nabi yang Allah dan RasulNya memujinya. Karena, tidak semua sahabat baik seperti yang diyakini sebagian besar umat islam. Ada sahabat yang senantiasa menaati Rasul juga ada sahabat yang selalu membangkam perintah Rasul. Ada sahabat yang alim, bertakwa, zuhud, juga ada sahabat yang pembunuh, pemabok, pezina, pembohong. Oleh karena itu, adalah suatu kebodohan yang besar apabila kita menyamaratakan seluruh sahabat Nabi. Apakah sama sahabt yang senantiasa menaati Nabi, bertakwa, zuhud dengan sahabat yang selalu membangkang Nabi, pemabok, pezina, pembunuh dsb? Yang benar adalah kita menilainya berdasarkan berdasarkan akhlaknya masing.

  12. Pertama tama saya mohon maaf sebelumnya apabila saduran saya ini membuat teman-teman sakit hati, karena sawa orang awam yang mencari kebenaran yang sejati, terus terang saya bermazhab kepada imam 4, ahlusunah tapi logika berfikir saya tidak memihak kepada semua golongan seperti yang pernah saya sampaikan sebelumnya, baik itu golongan salafy/wahabi, syiah, dan ahlussunah waljemaah. yang terpenting bagi saya adalah kebenaran.
    pada sesi ini saya ingin bertanya kepada pencita blog ini baik dari salafy/wahabi, ahlus sunah dan syiah kalau ada.
    dimana pertanyaan yang sangat penting mungkin teramat penting bagi saya sebagai seorang awam.
    pertanyaan seperti artikel yang saya dapat disatu blog yang ditulis oleh Syekh Mu’tashim Sayyid Ahmad dengan judul : “KEBENARAN YANG HILANG” dimana kutipan artikel sbb : “Kamu harus berpegang teguh kepada sunahku dan sunah para Khulafa` Rasyidin sepeniggalku, dan peganglah erat-erat serta gigitlah dengan gigi gerahammu.” hadits ini pegangan utama bagi manhaj Salafy/Wahabi betulkan ?
    hadits ini dikatakan dhaif oleh syekh tadi dengan dalil sbb :
    Hadis di atas terdapat di dalam Sunan Abu Dawud, Sunan Turmudzi dan Sunan ibnu Majah.
    Riwayat Turmudzi
    Turmudzi telah meriwayatkan hadis ini dari Bughyah bin Walid. Dan, inilah pandangan para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil tentang Bughyah bin Walid: Ibnu Jauzi berkata tentangnya di dalam sebuah perkataan, “Sungguh kami ingat bahwa Bughyah telah meriwayatkan dari orang-orang yang majhul dan orang-orang lemah. Mungkin saja dia tidak menyebutkan mereka dan tidak menyebutkan orang-orang yang meriwayatkan baginya.” [1]
    Ibnu Hiban berkata, “Tidak bisa berhujjah dengan Bughyah.” [2] Ibnu Hiban juga berkata, “Bughyah seorang penipu. Dia meriwayatkan dari orang-orang yang lemah, dan para sahabatnya tidak meluruskan perkataannya dan membuang orang-orang yang lemah dari mereka.” [3]
    Abu Ishaq al-Jaujazani berkata, “Semoga Allah merahmati Bughyah, dia tidak peduli jika dia menemukan khurafat pada orang tempat dia mengambil hadis.” [4]
    Dan ucapan-ucapan lainnya dari para huffadz dan ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil. Dan apa yang telah kita sebutkan itu sudah cukup.
    Sanad Hadis Pada Abu Dawud
    Walid bin Muslim meriwayatkan hadis dari Tsaur an-Nashibi. Sebagaimana kata Ibnu Hajar al-’Asqolani, “Kakeknya telah terbunuh pada hari Muawiyah terserang penyakit sampar. Adapun Tsaur, jika nama Ali disebut dihadapannya dia mengatakan, “Saya tidak menyukai laki-laki yang telah membunuh kakek saya.”[5]
    Adapun berkenaan dengan Walid, adz-Dzahabi berkata, “Abu Mushir mengatakan Abu Walid seorang penipu, dan mungkin dia telah menyembunyikan cacat para pendusta.” [6]
    Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata “Ayah saya ditanya tentangnya (tentang Walid), dia menjawab, ‘Dia seorang yang suka mengangkat-angkat.” [7]
    Dan begitu juga perkataan-perkataan yang lainnya. Itu sudah cukup untuk mendhaifkan riwayatnya.
    Sanad Hadis Pada Ibnu Majah.
    Diriwayatkan melalui tiga jalan:
    - Pada jalan hadis pertama terdapat Abdullah bin ‘Ala. Adz-Dzahabi berkata tentangnya, “Ibnu Hazm berkata, ‘Yahya dan yang lainnya telah mendaifkannya.’[8] Dia telah meriwayatkan hadis dari Yahya, dan Yahya adalah seorang yang majhul dalam pandangan Ibnu Qaththan.” [9]
    - Adapun pada jalan yang kedua terdapat Ismail bin Basyir bin Manshur. Dia itu seorang pengikut aliran Qadariyyah di dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib. [10]
    Adapun pada jalan ketiga disisi ibnu majah adalah sebagai berikut: Hadis diriwayatkan dari Tsaur —seorang nashibi— Abdul Malik bin Shabbah. Di dalam kitab Mizan al-I’tidal disebutkan, “Dia dituduh mencuri hadis.” [11]
    Di samping itu, hadis tersebut sebagai hadis ahad. Seluruh riwayatnya kembali kepada seorang sahabat, Urbadh bin Sariyah. Hadis ahad tidak bisa digunakan sebagai hujjah, disamping Urbadh termasuk pengikut dan agen Muawiyah.
    Hadis Lain
    Bunyi nasnya: “Aku tinggalkan dua perkara padamu yang jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan tersesat, yaitu Kitab Allah dan sunah Nabi-Nya.”
    Hadis ini lebih lemah lagi untuk bisa didiskusikan. Adapun hal-hal yang dapat kita katakan mengenai hadis ini, di samping hal-hal yang telah disebutkan pada hadis sebelumnya ialah,

    1. Hadis ini tidak diriwayatkan oleh para penulis kitab sahih yang enam dikalangan Ahlus Sunnah, dan ini sudah cukup untuk mendhaifkannya. Bagaimana bisa mereka berpegang kepada sebuah hadis yang sama sekali tidak ada di dalam kitab-kitab sahih dan musnad mereka. Seseorang yang memperhatikan bagaimana hadis ini diperlakukan dikalangan Ahlus Sunnah, sepertinya dia akan merasa yakin bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh kitab-kitab sahih, terutama sahih Bukhari dan sahih Muslim; padahal kenyataannya hadis ini sama sekali tidak terdapat di dalam kitab-kitab sahih dan musnad.

    2. Sesungguhnya sumber-sumber pertama yang menyebutkan hadis ini ialah kitab al-Muwaththa Imam Malik, Sirah Ibnu Hisyam dan ash-Shawa’iq Ibnu Hajar, dan saya tidak menemukan kitab lain yang meriwayatkan hadis ini. Kitab-kitab ini telah menukil kedua hadis ini secara bersama-sama, kecuali kitab al-Muwaththa.

    3. Riwayat hadis ini mursal di dalam kitab ash-Shawa’iq, dan terpotong sanadnya di dalam Sirah Ibnu Hisyam.[25] Ibnu Hisyam mengaku bahwa dia mengambil hadis ini dari Sirah Ibnu Ishaq, dan saya telah mencarinya di dalam Sirah Ibnu Ishaq namun saya tidak menemukannya di dalam semua cetakannya. Lantas, dari mana sebenarnya Ibnu Hisyam mengambil hadis ini….?!

    4. Adapun riwayat Malik terhadap hadis ini adalah khabar marfu’ yang tidak ada sanadnya. Perawi al-Muwaththa berkata, “Telah berkata Malik kepada saya bahwa telah sampai berita kepadanya sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda … (al-hadis).” [26]
    Sebagaimana Anda lihat, hadis ini tidak bersanad, maka oleh karena itu tidak boleh bersandar kepadanya. Mengapa hanya Malik yang meriwayatkan hadis ini sementara gurunya Abu Hanifah atau muridnya Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal tidak meriwayatkannya. Jika hadis ini sahih maka kenapa para Imam mazhab dan para Imam hadis berpaling darinya.

    5. Al-Hakim mengeluarkan hadis ini di dalam mustadrak-nya[27] dengan dua jalur. Pada jalur pertama terdapat Zaid ad-Dailasi, dari Doimah, dari Ibnu Abbas. Kita tidak mungkin dapat menerima hadis ini karena pada sanadnya terdapat Ikrimah si pendusta.[28] Dia termasuk seorang musuh Ahlul Bait as, dan termasuk orang yang memerangi dan mengkafirkan Ali as. Adapun pada jalur yang kedua terdapat Shalih bin Musa ath-Thalhi,
    dari Abdul Aziz bin Rafi’, dari Ibnu Shalih, dari Abu Hurairah. Hadis ini pun tidak mungkin dapat diterima, karena menurut riwayat Abu Sa’id al-Khudri hadis ini dikatakan oleh Rasulullah saw pada saat beliau terbaring hendak wafat, sementara pada waktu itu Abu Hurairah sedang berada di Bahrain karena diutus bersama ‘Ala al-Hadhrami satu tahun setengah sebelum Rasulullah saw wafat. Lantas kapan Abu Hurairah mendengar Rasulullah saw yang sedang terbaring hendak wafat mengatakan hadis ini?!

    6. Sunan al-Kubra Baihaqi menukil hadis ini pada juz 10, halaman 4, terbitan Dar al-Ma’rifah Bcirut - Lebanon. Dia menukil hadis “Aku tinggalkan padamu Kitab Allah dan ‘ltrah Ahlul Baitku”, dan kemudian menukil dua hadis mustadrak dengan nas.

    7. Kitab al-Faqih al-Mutafaqqih, karya Khatib al-Baghdadi, jilid 1, halaman 94, mensahihkan hadis ini; dan kemudian Syeikh al- Anshari, anggota lembaga fatwa Dar al-Kutub al-’Ilmiyyah Beirut - Lebanon memberikan komentar tentangnya. Dia menukli dua hadis: Yang pertama hadis mustadrak (dari Abi Shalih, dari Abu Hurairah). Adapun hadis baru yang dia nukilkan ialah, Saif bin Umar telah meriwayatkan kepadaku, dari Ibnu Ishaq al-Asadi, dari Shabah bin Muhammad, dari Abu Hazm, dari Abi Sa’id al-Khudri …. al-hadis. Sanad ini tidak mungkin dapat diterima berdasarkan kesaksian para ulama ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil, dikarenakan adanya Saif bin Umar, yang telah disepakati kedustaan dan kebohongannya. Saya akan ketengahkan kepada Anda pandangan para ulama tentang dia.

    8. Kitab al-Ilma’ ila Ma’rifah Ushul ar-Riwayah wu Taqyid as-Sima’, karya Qadhi ‘lyadh yang hidup pada tahun 479 - 544 Hijrah, hasil tahkik Sayyid Ahmad Shaqir, cetakan pertama, penerbit Dar ar- Ra’s an-Nashirah —Maktabah al-’Atiqah— Tunis, halaman 9, menukil nas hadis ini dari kitab al-Faqih al-Mutafaqqih, yang pada sanadnya terdapat Saif bin Umar.

    Selain dari yang kami telah sebutkan di atas tidak ada satu buku pun lainnya yang menukil hadis “Kitab Allah dan sunahku”. Dengan demikian, hadis ini tidak ditetapkan kecuali oleh tiga jalur, yaitu dari Ibnu Abbas, Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah. Ketiga jalur ini, bersama dengan kedhaifannya, baru muncul pada pertengahan abad kelima hijrah, yaitu setelah masa Hakim. Dan tidak satu pun kitab yang lebih tua dari itu yang menyebutkan ketiga jalan ini. Ini yang pertama.
    Yang kedua, ketiga sahabat tersebut, yaitu Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Abu Sa’id al-Khudri telah meriwayatkan hadis “Kitab Allah dan ‘ltrah Ahlul Baitku” pada abad kedua hijrah, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Muslim. Mana di antara keduanya yang akan kita terima.[29]

    petanyaan saya : APAKAH 2 HADITS TERSEBUT DIATAS MEMANG DHOIF DAN LEMAH, ? KALAULAH LEMAH DAN DHOIF MAKA SELAMA INI KITA TERTIPU. KITA SANGATLAH BERDOSA KEPADA NABI ATAS MELAPAZKAN HADITS SEDANG NABI TIDAK MENGUCAPKANNYA
    berarti selama ini apa yang saya lakukan terhadap perbuatan yang dikatakan syirik, bid’ah tidaklah benar karena kita bukan berpegang kepada hadits sepenuhnya tapi yang pokok adalah Alqu’an dan apabila yang kita lakukan tidak bertentangan dengan nash maka saya berkeyakinan itu adalah benar adanya
    terima kasih sebelumnya atas tanggapan pertanyaan saya ini
    wassalam

    Kami menjawab:

    Sepenuhnya saya serahkan kepada para pembaca untuk menaggapinya.
    Wassalamu ‘alaikum.

  13. @amaduq01

    mas, terbuka saja. Jangan berkamuflae\se gitu. Yang jantan. katakan syiah. jangan sok ahlussunnah….
    kalau terbuka saja nggak berani gimana mau dikatakan kebenaran..????

    Siapa yang bertaqiyyah?
    (1) Mas sendiri bermazhab apa?
    (2) Nama mas aslinya siapa?

    Cobalah untuk mengkoreksi diri sendiri sebelum mengkoreksi orang lain.

    Damai…damai

  14. he benthaleb, nn, dan armand, jangan hanya menuduh Syiah lah, kafir lah kalau loe punya argumentasi jawab jangan marah2, sulit bicara dengan orang yang tidak berpendidikan, kalau sudah tidak punya argumentasi mendingan diem deh akhirnya nampak kebegoannya. hai admin lanjut terus bokar kebobobrokan ibnu taymiyah biar tau mereka.

  15. @muft
    saya heran mengapa banyak orang jd emosi sampai2 komentar2 yg msk tdk dpt dibedakan siapa pendukung admin nan siapa kontra. Sdr mufti baca sekali dan coba perhatikan apa yg sdr armand katakan dan pd siapa

  16. semoga ALLAH ta’ala memberi hidayah kepada kalian wahai syi’ah, pewaris pemikiran sampah abdullah bin saba’ ( seorang yahudi yaman yg pura2 masuk islam )..

    Kami Menjawab:

    Apa hubungannya mas?! jangan pamer kedengkian di sini!

  17. mas admin….terus aja kupas tuntas ….biar lega hati…agar jangan selalu dikibuli ama orang2 yang sok alim padahal menjerumuskan …….kalau semua jalan menuju surga ditetapkan Allah jalan yang lurus, kok malah ngambil jalan yang ke kiri , kekanan, keatas, kebelakang dll…smapai2 seh ke surga ,cuman ampe depan nggak dibukain pintunya…apes deh…hehehehe…..penetrasi dulu…rileks mas admin dan pengunjung….^_^……..

  18. PERTAMA YANG PENGEN SAYA TANYAKAN KEPADA ANTUM :
    1. KENAPA ALI RA DISEBUT “IMAM” DAN “AS” SAMA ANTUM. TOLONG KASIH SUMBERNYA YANG SHAHIH TENTANG 2 GELAR TERSEBUT….
    2. JANGANLAH BERSIKAP GHULUW….

    Kami Menjawab:

    Dalam banyak hadis Nabi disebutkan bahwa Ali adalah imam, seperti hadis:
    عليٌّ إمام البررة

    Masalah as (alaihis salam/semoga salam sejahtera atasnya) adalah doa… salahkan orang mendoakan Sayyidina Ali dengan as.?
    Imam Bukhari ketika menyebut Siti Fatimah putri Nabi selalu disertai dengan:عليها السلام
    Jadi kalau menaqlid beliau apa salah?
    (2) Masalah Ghulw… memang sangat dikecam dalam Islam, tapi tolong mas anda jelaskan apa maksudnya menurut anda? Dan kalau saya telah ghuluw tolong diingatkan biar saya kembali ke jalan mustaqim.
    Terima kasih.

  19. yang jelasnya seburuk-buruk ibnu taymiyah lebih baik ketimbang anda, beliau satu kesalahan namun sejuta kebaikan, dan anda sejuta kejahatan setengah kebaikan. apakah nama anda sudah populer hingga ke seluruh penjuru dunia karena kesalehan anda ??? bagaimana dengan ibnu taymiyah ??? huahuahuahuahuau

    Kami menjawab:

    Itu bukan jawaban!

  20. Assalamu’alaikum Wr. Wb.
    Rosulullah bersabda (maaf jika matan hadisnya gak sesuai redaksi) umat terbaik adalah umat zamannya rosululullah kemudian zaman tabiin,kemudian tabiut tabiin dan seterusnya…jadi apa sebenarnya hak kita menilai para sahabat yang nota bene adalah hasil didikan Rosulullah SAW????sudah sucikah kita?sudah lebih baikkah kita dibanding dengan para sahabat yang “kita” nilai?Demi Allah dan Rosulnya, lebih baik kita meng-hisab diri sendiri dari pada meng-hisab orang lain terlebih terhadap para sahabat yang keislaman dan ketaqwaannya jauh lebih baik dari pada kita yang hidup di zaman ini…Terimakasih dan mohon maaf jika bahasanya salah/menyinggung hati.
    wassalu’alaikum Wr. Wb.

    Kami Menjawab:

    Mas mustaqim, saudara perlu perhatikan dan cari kepastian tentang:
    A) Siapa yang dimaksud dengan sahabat itu? Apakah kaum Munafiqin juga termasuk?
    B) Apa maksud hadis yang saudara sebutkan di atas? Apakah ia memberikan arti kebaikan/keunggulan dan khairiyyah secara total untuk seluruh individu? Atau hanya untuk manju’ dari sisi komunitas?
    C) Lalu adakah larangan dalam Islam dalam menilai para sahabat Nabi saw. dan kemudian menetapkan untuk masing-masing hak yang layak untuknya?
    D) Bukankah pembunuh Ammar bin Yasir (sahabat agung dan mulia Nabi saw.) juga dari kalangan sahabat?
    E)Bukankah pembunuh Imam Ali (Karramallahu wajhahu) juga dari generasi yanhg Anda sebut dengan hadis di atas?
    F) Bukakah yang membantai Sayidina Husain dan keluarganya (Yang tentunya keturunan, zdurriyyah Nabi) juga dari kalangan Tabi’un?
    Saudaraku, jangan terlalu dalam melibatkan emosi dalam kajian Agama! Agama harus dikaji dan difahami dengan Al Qur’an dan Sunnahya serta pemahamannya didukung oleh akal sehat dan fitrah yang suci.

  21. Kalauh yang banyak di bahas disini meski merupakan Isu-isu klasik,namun tetaplah relevan tuk dikaji demi langkah menferifikasi kebenaran keyakinan kita yang dianuat selama ini. Kenapa harus mengkritisi para sahabat..?. Para sahabat adalah aktor sejarah yang berada pada posisi strategis sebagai mediator pertama untuk risalah Muhammad Saww bisa sampai kepada generasi selanjutnya, dan posisi ini menentukan pada nilai otentik risalah yang di transfomasikannya. Bila ada oknum sahabat yang lemah tingkat keadilan, ketaqwaan, ketsiqahan dan kedhabitannya, kita harus konsisten pada rumusan Ulumul Hadits dengan harus menjrh wa ta’dil hadits-hadits yang ada meski pada tingkat rawi yang pertama yaitu para Sahabat Nabi. Kenapa rumusan itu dikeluarkan dan tidak dikenakan kepada mereka para Sahabat , dengan menyatakan mereka adalah “Udul” ajma’in..??. Kasian deh mereka yang jadi korban oknum para Sahabat…!!!

  22. @Ibnu Ibnu Taymiyah
    komentar antum lbh masuk akal, drpd semua isi blog ini.
    lbh baik tidak usah ditanggapi, kita doakan saja pemilik blog ini mudah2an diberi petunjuk oleh Allah.

  23. saya tidak perduli anda syiah atau ahlul sunnah,
    saya hanya butuh kebenaran, dan kebenaran tidak bisa ditutup-tutupi oleh siapapun. Para sahabat dan ibn
    Taimiyah (sekali lagi) adalah manusia biasa, mereka tentu punya kebaikan yang banyak, namun satu sisi karena kepentingan mereka juga bisa menjadi pendusta. (manusiawi khan).
    memang benar, umat terbaik secara komunitas adalah pada zaman rosulullah namun bukan berarti individu terbaik. Karena kisah sejarah telah membuktikan bahwa para musuh rosul sebagian adalah para sahabat sendiri. Jelaslah dari dulu hingga sekarang Manusia ya..tetap Manusia. Ada sisi baik dan buruk. Namun pemimpin dan tokok panutan yang baik adalah yang minim kesalahannya.
    Dengan tidak terlepas dari kesalahan selaku manusia biasa, admin sudah berupaya secara maksimal menyuguhkan konstelasi dan pembusukan dalil-dalil agama untuk kepentingan individu, dan ini yang harus kita bongkar agar kita tidak mengimani sesuatu yang ternyata adalah rekayasa sang pendusta. Namun tetap, kita harus menyajikan secara santun dan bijak karena kita tidak berada pada zaman mereka dimana kita tidak tahu persis peristiwa peristiwa penting itu. Hanya bukti sejarah yang kita gunakan sebagai dalil counter. So…marilah terus belajar dan jangan hanya bisa melabeli orang sebagai syiah atau sunni karena saya sungguh malu kok masih ada orang berpendidikan setelah baca kok langsung memberi label.
    Ingat, tuhan tidak menseleksi kita di sorga bedasarkan label tapi berdasarkan amal kita. semoga kita bisa menjadi bangsa yang lebih baik. Amiiin

  24. Saya sunni bukan syiah, kesalahan penulis artikel ini adalah tidak memahami sejarah, tidak memahami al-Jarh wa at-Ta’dil, satu lagi tidak ilmiah, kalau tidak mau dikatakan tidak adil.

    Banyak hadist - hadist shohih yang membahas keutamaan - keutamaan para sahabat,

    bukan hanya berputar di empat sahabat Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali saja, tapi juga sahabat lainnya.

    Bahkan Zaid adalah satu - satunya sahabat yang disebut dalam al-Quran.

    Tapi para ulama mengumpulkan hadist keutamaan - keutamaan mereka lalu menyimpulkan dengan urutan,

    Khalifah Khulafaur Rasyidin yang empat. Ingat Khulafaur Rasyidin.
    Lalu 10 Orang sahabat selain 4 Khulafaur Rasyidin yang dijamin masuk surga.
    Lalu yang ikut perang badar.

    Jadi, antum tidak bisa menghukumi kesimpulan ahlul sunnah bahwa mereka hanya melebihkan Abu Bakar ra, Umar dan Ustman aja dibandingkan lainnya hanya dengan beberapa hadist, itu pun anehnya, antum nukil hadistnya tapi orangnya antum jahr. Harusnya jika secara sanad antum tidak terima, jangan dijadikan landasan pembahasan antum.

    Satu bukti keutaman Abu Bakar di bandingkan Ali bisa dilihat dari perkataan Ali sendir yang tidak mau membatalkan keputusan Abu Bakar.

    Salah seorang ulama syi’ah bernama Al Murtadho Alamul Huda –saudara kandung As Syarif Ar Radhiy, penyusun kitab Nahjul Balaghah- menyatakan: saat Ali menjabat khalifah, ada orang mengusulkan agar Ali mengambil kembali tanah fadak, lalu dia berkata: saya malu pada Allah untuk merubah apa yang diputuskan oleh Abubakar dan diteruskan oleh Umar. Bisa dilihat dalam kitab As Syafi hal 213.

    Kami Menjawab:

    Terima kasih atas “pujiannya” bahwa saya tidak mengerti sejarah!
    Akhi, jika Anda cermat dalam membaca apa yang sedang kami diskusikan di sini, pasti Anda tidak akan menyeret-nyeret pembicaraan kepada, mengapa hanya Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali saja… kan banyak sahabat-sahabat lain!
    Sebab diskusi kami adalah tentang tema tafdhil!
    masalah pernyataan Sayyidina Ali yang dikutip oleh Syarif Murtadha dalam kitabnya itu sih urusan orang Syi’ah, biar mereka yang menjawabnya!

  25. tidak hanya Ibn Taimiyyah saja yang berpendapat ketiga khalifah setelah Rasulullah wafat (abu Bakr,usman Ali) tersebut lebih utama sepeninggal beliau Shallallahu ‘alaihi wa salllam. Tetapi para Imamul Haramain,Imam 4 Madzhab dan para Imam Kutubus Sittah telah mengakui keberadaan mereka. Bukan berarti kami mendiskreditkan Shahabat Ali. Sugguh Hujjah Kalian ini Lemah bagai sarang Laba-Laba. Kalau berani AYO DEBAT DI FORUM. Semoga kebinasaan dan kehinaan Allah menimpa kalian. ALLAHU AKBAR

    Kami Menjawab:

    Jika hujjah kami lemah mengapakah saudara tidak membantahnya?!
    Dahulu kaum kafir Quraisy pernah berkata bahwa Al Qur’an adalah bauatan dan baualan Muhammad saw., jika kami (kata kaum kafir itu) mau pastilah kami mengatakan seperti itu! Ma’af bukan kamsud kami menyamakan…. tapi begiutlah gaya kaum lemah!!

  26. tanks buat penulis di blog ini
    juga buat tulisan Din disini.

  27. copy bin paste

    ______________
    -kami menjawab-

    mas lebih afdol kalo anda menanggapi postingan kami diatas bukannya ngumpulin artikel copy-paste disini. yang mengherankan lagi copy-paste anda tidak ada hubungannya dengan artikel kami.

    saya tunggu kritik anda terhadap artikel kami diatas

  28. Allah dgn Al-Quran Nya dan Muhammad Rasulullah dgn Sunnahnya adalah jalan selamat dan mutlak.

    Tidak ada ketaatan mutlak selain ketaatan mutlak hanya kepada Allah dan RasulNya.

    Maka terimalah pula keutamaan Abubakar ash Shidiq yg telah Allah berikan kepada Abubabakar ash Shidiq melalui Rasulullah SAW , sebagai wujud ketaatan yang mutlak kepada Allah dan RasulNya.

    jangan lah hawa nafsu, dogma, doktrin, dan kebodohan menutupi kebenaran yg datang dari Allah dan RasulNya.

    Kami Menjawab:

    Jangan asal bicara.Tolong buktikan apa yang Anda katakan!

  29. He he he…
    Agama kalian emang agama super lucu…
    Mengapa Imam super utama itu mau aja membai’at Abu Bakar, Umar, atau Ustman ?

    Justru Imam super utama itu menganggap kalian (syiah) sebagai orang orang murtad (baca Al-Kafi/Ar-Raudhah, 8/338)….

    Ente selalu membangkang perintah Imam sih…

  30. Salam kenal ustaz,

    @’Azizul Abu Hanifah Al-Ghazi
    Anda teriak Allahu AKbar, tapi kelakuan seperti orang barbar.
    @Penulis Bebas
    Tulisan Ilmiah itu yg spt apa, seperti ibnu taimiyahkah
    @IYAN,
    Jika kami lebih mencintai Imam Ali, dibanding sahabat2 lainnya karena baik lawan maupun kawan Imam Ali mengakui Imam Ali lah yg terbaik.
    Ibnu Khatab pernah berkata ” Kalau tidak ada Ali, maka Umar termasuk orang celaka”.
    Justru yg bersikap ghuluw itu adalah salafiyun/wahabi yg membela mati2an sahabat2 nabi yg jelas2 murtad (merubah hukum2 Allah), bahkan di antara mereka memerangi para Imam ahlul bait as.
    Banyak sahabat yg terkena laknat nabi saat mereka keluar dari pasukan usamah bin ziyad.
    Yang lebih menyedihkan sekali ketika mereka dalam membela sikap para sahabat tak segan2 mereka menghina nabi dg menuduh nabi bernuka masam.
    Sunnguh keji ahlak salafi itu dan idot otaknya serta sakit jiwanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

.